Rabu, 21 Mei 2008

Nilai Kepemimpinan Lelaki & Kepatuhan Wanita

Allah Ta’ala berfirman, yang Artinya:

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri (maksudnya tidak berlaku serong ataupun curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya) ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara “(mereka; maksudnya, Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik). (QS An-Nisaa’/ 4:34).

Ayat ini menegaskan tentang kaum lelaki adalah pemimpin atas kaum wanita, dan menjelaskan tentang wanita shalihah.
Menurut Ibnu Katsir, lelaki itu adalah pemimpin wanita, pembesarnya, hakim atasnya, dan pendidiknya. Karena lelaki itu lebih utama dan lebih baik, sehingga kenabian dikhususkan pada kaum lelaki, dan demikian pula kepemimpinan tertinggi. Karena Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

“Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada seorang wanita.”(Hadits Riwayat Al-Bukhari dari Hadits Abdur Rahman bin Abi Bakrah dari ayahnya).

Ibnu Katsir melanjutkan, dan demikian pula (khusus untuk lelaki) jabatan qodho’/ kehakiman dan hal-hal lainnya. Karena laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka, yaitu berupa mahar/ maskawin, nafkah-nafkah dan beban-beban yang diwajibkan Allah atas lelaki untuk menjamin perempuan. Maka dalam diri lelaki itu ada kelebihan dan keutamaan atas perempuan, hingga sesuailah kalau lelaki itu menjadi pemimpin atas perempuan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, yang Artinya:

“Dan laki-laki memiliki satu derajat lebih atas wanita” . (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz I, halaman 608, atau juz II, halaman 292 tahqiq Sami As-Salamah).

Penjelasan Ibnu Katsir itu ada rincian yang senada yaitu perkataan Abu As-Su’ud: “Dan pengutamaan bagi kaum laki-laki itu karena kesempurnaan akal, bagusnya pengaturan, kesungguhan pandangan, dan kelebihan kekuatannya. Oleh karena itu ada kekhususan bagi laki-laki yaitu mengenai an-nubuwwah (kenabian), al-imamah (kepemimpinan), al-wilayah (kewalian), as-syahadah (kesaksian –dalam perkara pidana, wanita tidak boleh jadi saksi, hanya khusus lelaki, pen) jihad dan hal-hal lainnya. (Irsyaadul ‘Aqlis Saliim, 1/339).

Wanita shalihah
Selanjutnya, arti ayat:

“Sebab itu maka wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri,” maksudnya tidak berlaku serong ataupun curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya; “ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).”

Ini adalah rincian keadaan wanita di bawah kepemimpinan lelaki. Allah Ta’ala telah menyebutkan bahwa wanita itu ada dua macam. Yang satu adalah wanita-wanita shalihah muthi’ah (baik lagi taat) dan yang lain adalah ‘ashiyah mutamarridah (bermaksiat lagi menentang).
Wanita-wanita shalihah muthi’ah adalah taat kepada Allah dan suaminya, melaksanakan hak-hak dan kewajiban yang ada pada dirinya, menjaga dirinya dari kekejian (zina), dan menjaga harta suaminya dari pemborosan. Sebagaimana mereka menjaga hal-hal yang berlangsung antara dirinya dan suaminya yang wajib disembunyikan dan menjaga baik-baik kerahasiaannya. Di dalam hadits disebutkan:

“Sesungguhnya termasuk sejelek-jelek manusia bagi Allah tempatnya di hari kiamat, (yaitu) laki-laki yang menggauli (menyetubuhi) isterinya dan isterinya pun menggaulinya, kemudian salahsatunya menyiarkan rahasia teman bergaulnya itu.” (HR Muslim dan Abu Daud).

Keadaan masyarakat jahil
Aturan dalam Al-Quran telah tegas dan jelas, lelaki itu pemimpin atas wanita, sedang wanita itu dipentingkan ketaatannya kepada Allah, Rasul-Nya, dan kepada suaminya. Namun kepemimpinan lelaki ataupun ketaatan wanita seakan tidak dianggap penting dalam dunia jahil. Hingga muncul kondisi yang ironis, tidak sesuai aturan. Ada wanita yang diangkat-angkat oleh orang-orang jahil melebihi kodratnya dan melanggar aturan agama. Sebaliknya, ada wanita-wanita yang diperlakukan oleh orang-orang jahil sebagai barang mainan, yang hal itu melanggar kodratnya atau fitrahnya, disamping melanggar aturan agama. Seharusnya, wanita mendapat perlindungan, pemeliharaan dari para suami dan bahkan masyarakat. Namun, justru wanita dijadikan alat untuk melariskan hal-hal yang tak terpuji atau tak sesuai dengan ajaran Islam, misalnya tontonan. Sehingga wanita yang sebenarnya terhormat itu kemudian dijadikan bahan tontonan.

Ada orang tua atau suami yang merelakan wanitanya jadi penyanyi, penjoget, pelawak, pelaku adegan-adegan film atau sinetron tak senonoh yang ditonton banyak orang. Ada orang tua dan suami-suami yang merelakan wanitanya dijadikan pajangan untuk menarik pembeli atau konsumen di toko-toko, di bank-bank, di pameran-pameran perdagangan, di hotel-hotel dan sebagainya. Jual beli antara lelaki dan perempuan pada asalnya mubah, boleh-boleh saja. Tetapi sekarang wanita di pertokoan bukan sekadar sebagai pelayan, namun sebagai alat penarik konsumen, hingga wanita-wanita pelayan itu diseragami pakaian yang setengah telanjang. Ini sudah bertentangan dengan aturan Islam. Dan bahkan ada orang tua atau suami yang merelakan wanitanya dijadikan mainan oleh orang lain. Na’uudzu billaahi min dzaalik. Lelaki yang demikian itu adalah dayyuts, tidak merasa cemburu terhadap keluarganya yang berbuat sesuatu dengan lelaki lain. Menurut Hadits Nabi, surga haram atas lelaki dayyuts.

“Tiga orang yang tidak masuk surga (yaitu): orang yang durhaka kepada kedua orangtuanya, dayyuts (laki-laki yang membiarkan kemaksiatan pada keluarganya), dan perempuan yang menyerupakan dirinya dengan laki-laki.” (Hadits Riwayat Al- Hakim dan Al-Baihaqi, hadits hasan dari Ibnu Umar).

Jadi lelaki yang merelakan isterinya ataupun anak-anaknya dijadikan pajangan padahal seharusnya lelaki itu punya rasa cemburu dan menjaganya, namun justru merelakannya, maka bisa dimasukkan dalam lingkungan yang mengarah pada dayyuts. Maka betapa ruginya. Akibat merelakan keluarganya (yang wanita) dijadikan pajangan itu kemudian menjadikan haramnya surga baginya. Ia tidak akan masuk surga. Sehingga, hanya kerugian lah yang didapat. Kesenangan di dunia tidak seberapa, namun haramnya masuk surga telah mengancamnya. Inilah yang mesti kita berhati-hati benar dalam hal menjaga diri dan keluarga kita.
Dianggap lumrah dan biasa.

Sangat disayangkan sekali, dunia jahil telah memupuk aneka macam pelanggaran seperti tersebut diatas menjadi pemandangan yang biasa. Dianggapnya tidak ada masalah. Padahal, semua tontonan dan pekerjaan yang menarik konsumen dengan cara memajang wanita itu sudah mengikuti bujukan syetan, sekaligus melanggar aturan Allah. Allah memerintahkan agar kita menahan sebagian pandangan kita terhadap lain jenis (lihat QS An-Nuur: 30-31) namun justru orang-orang yang mendukung dunia jahil ini menarik-narik manusia agar membuka mata lebar-lebar untuk “menikmati” wanita yang mereka pajang. Itu semua alurnya adalah mendekatkan kepada zina. Sedangkan Allah Subhannahu wa Ta’ala menegaskan:

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan satu jalan yang buruk.” (Al-Israa’: 32).

Dalam ayat itu ditegaskan, tidak boleh mendekati zina. Ini telah mencakup larangan segala hal yang menghantarkan kepada perbuatan zina. Memajang wanita-wanita dalam aneka pergaulan hidup yang dimaksudkan untuk menarik konsumen ataupun pelanggan atau penonton itu sudah termasuk sarana mendekatkan ke arah zina. Karena hal itu sudah merupakan sarana atau penghantar, maka terkena kaidah hukum itu mencakup sarananya. Mendekati zina itu jelas telah dilarang dengan tegas oleh Allah Subhannahu wa Ta’ala. Maka mengadakan sarana untuk dekat dengan zina atau yang jurusannya mendekati zina berarti haram pula.

Lebih dari itu, ayat tersebut mengandung makna, lebih terlarang lagi adalah zinanya itu sendiri. Karena mendekati zina saja sudah dilarang. Inilah yang di dalam ilmu ushul fiqh disebut Qiyas Aulawi”. Contohnya, mengatakan uf/ hus kepada orang tua saja diharamkan, apalagi memukulnya, maka lebih lagi haramnya. Jadi, mendekati zina saja dilarang, apalagi berzina. Itulah pengertiannya.

Dengan demikian, ayat tersebut sangat strategis sifatnya. Yaitu, ke bawah: sarana-sarana dan perbuatan yang menjurus pada pendekatan zina sudah ikut terlarang. Sedang ke atas: perbuatan zina itu sendiri lebih terlarang lagi.
Aturan di dalam Islam sebegitu jelas dan gamblang, namun dalam dunia yang jahil orang yang menyepelekan bahkan justru menggalakkan hal-hal yang menjurus pada pendekatan zina, bahkan membolehkan perzinaan itu sendiri lebih dihormati. Ini benar-benar keterlaluan.

Wanita shalihah sangat terpuji
Islam memberikan imbalan pahala sesuai dengan kadar kepayahan atau usaha manusia. Wanita dari zaman ke zaman, oleh orang-orang jahil merupakan sasaran yang paling utama untuk dijadikan daya pikat. Memerankan wanita sebagai daya pikat itu sendiri sudah merupakan pelanggaran sebagaimana diuraikan di atas. Maka Islam memberikan antisipasinya atau pencegahannya, yaitu pertama dengan melarang manusia mendekati zina, dan kedua memberikan tempat yang terpuji bagi wanita yang shalihah.

Islam menempatkan wanita shalihah dalam kedudukan yang terpuji itu bisa difahami pula bahwa untuk membina wanita agar jadi shalihah, serta wanita itu sendiri dalam berupaya menjadi wanita shalihah adalah perkara yang besar. Perkara yang banyak godaannya. Kenapa? Karena, manusia jahil telah menjadikan wanita sebagai sasaran untuk dijadikan daya pikat, dan itu jelas bertentangan dengan Islam. Sedangkan wanita itu sendiri didudukkan oleh manusia-manusia jahil pada posisi yang enak, yang menggiurkan, bila mau melanggar aturan Islam. Sehingga wanita itu sendiri akan sulit mempertahankan diri agar menjadi orang yang shalihah alias taat aturan Allah dan RasulNya. Maka sesuai dengan istilah “aljazaa’u min jinsil ‘amal,” imbalan itu sesuai dengan perbuatan, maka wanita shalihah sangat dihormati dalam Islam karena memang sulit melakukannya. Bukan sulit karena secara naluriah, namun sulit karena lebih banyak godaannya, baik dari dalam nafsu wanita itu sendiri maupun faktor dari luar, lingkungan yang jahil.

Dari sini bisa difahami betapa terpujinya wanita yang baik yang istilahnya wanita shalihah. Yaitu wanita yang menuruti aturan agama suci dengan patuh, yang otomatis mampu menjalani sikap dan perilaku tanpa melanggar ajaran Ilahi, yang mencakup segi kehidupan demi kebahagiaan dunia dan akhirat. Terhadap wanita shalihah itu, ada pula pujian simpati dari Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam :

“Dunia ini adalah perhiasan yang menyenangkan hati. Dan sebaik-baik perhiasan yang menyenangkan itu adalah wanita yang shalihah/ baik. (Hadits Riwayat Muslim dan An-Nasa’i).

Di sini jelas, betapa tingginya nilai wanita shalihah itu. Dia paling baik di antara hal yang mesti disenangi manusia. Berarti sudah merupakan puncak yang tiada saingannya lagi.
Bila kita perbandingkan, kejadian manusia itu sendiri adalah bentuk yang paling baik. Seperti firman Allah dalam Surat, Attien:

“…Sungguh Kami telah menjadikan manusia dalam sebaik-baik bentuk. Kemudian Kami kembalikannya jadi serendah-rendahnya yang rendah (masuk neraka). Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih maka mereka akan memperoleh pahala yang tak putus-putusnya.” (QS. At-Tien: 4, 5, 6).

Di dalam ayat itu dinyatakan, manusia dibuat dalam bentuk yang paling baik. Di balik bentuknya yang paling baik, ternyata disebutkan, akan dikembalikan menjadi sesuatu yang paling rendah di antara yang rendah, kecuali yang beriman dan berbuat baik. Kalau diperbandingkan, wanita disebut hiasan yang paling menyenangkan berarti di balik itu ada yang bahkan paling tidak menyenangkan. Ya, memang betul demikian adanya. Hasil perbandingan itu diperkuat atau punya alasan Hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam :

“Di antara (unsur) kebahagiaan anak Adam (manusia) adalah tiga hal. Dan di antara (unsur) sengsaranya ibnu Adam ada tiga (juga). Di antara unsur kebahagiaan manusia yaitu, wanita/ isteri yang shalihah/ baik, tempat tinggal yang baik, dan kendaraan yang baik. Dan di antara (unsur) penderitaan manusia adalah: wanita / isteri yang buruk (tidak shalihah), tempat tinggal yang jelek, dan kendaraan yang jelek.” (Hadits shahih riwayat Ahmad, At-Thabrani, dan Al-Bazzar dari Sa’ad bin Abi Waqash)

Nah, dalam hadits itu dijelaskan, wanita/ isteri yang shalihah adalah unsur kebahagiaan. Tapi sebaliknya, wanita/ isteri yang jahat adalah unsur penderitaan. Dalam Hadits itu ternyata wanita atau isteri disebut sebagai unsur pertama dalam hal kebahagiaan maupun kesengsaraan. Wanita diucapkan dalam deretan yang pertama dari tiga unsur kebahagiaan maupun kesengsaraan.
Jadi wanita merupakan unsur yang paling extrim, sebagai andalan. Berarti sejalan pula dengan pernyataan perbandingan tadi. Bahwa wanita shalihah itu paling menyenangkan, tapi sebaliknya, wanita yang bukan shalihah itu adalah paling menyebalkan.

Wanita shalihah dan suami taqwa
Nabi n membela dan mengangkat martabat wanita, sampai memuji dan menyebutkan fungsi kedudukan wanita shalihah lagi menyenangkan. Hal itu bisa disimak pandangan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , yang memuji wanita shalihah:

“Tidak ada keuntungan orang mukmin setelah taqwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla yang lebih baik baginya dibanding mempunyai isteri yang shalihah/ baik. Apabila dia (lk) menyuruhnya maka ditaati. Apabila dia (lk) melihatnya, maka isteri itu menggembirakan nya. Apabila ia memberi bagian padanya maka dia menerimanya dengan baik. Dan apabila ia tidak ada di rumah maka isteri yang shalihah itu tetap memurnikan cintanya untuk sang suami dalam menjaga dirinya sendiri dan harta suaminya.” (Hadits Riwayat Ibnu Majah dari Abi Umamah berderajat hasan/ baik).

Jelas sekali pujian Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam terhadap derajat wanita yang shalihah. Sampai didudukkan sebagai hal yang paling menguntung-kan bagi orang yang taqwa. Berarti dijadikan pendamping paling baik bagi para muttaqin. Sedang derajat taqwa itu adalah derajat paling tinggi di hadapan Allah Subhannahu wa Ta’ala :

“Sesungguhnya yang paling mulia dari kamu sekalian di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa”. (QS Al-Hujuraat/ 49: 13).

Jadi, posisi wanita shalihah itu memang benar-benar terpuji dan mulia, sebab dijadikan pendamping orang yang bertaqwa alias yang paling mulia di sisi Allah, dengan disebut sebagai unsur yang paling memberikan keuntungan. Sedang yang menilai derajat tingginya itu ternyata adalah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam lewat Hadits tersebut di atas.
Kita percaya, apa yang disabdakan itu pasti betul. Maka, sebagai penganut ajaran suci dari Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam, seharusnya kita berlomba membina wanita, baik itu isteri kita, keluarga kita maupun kerabat agar mencapai derajat prestasi unggul yang sesuai dengan anjuran beliau, yaitu wanita shalihah. Mungkin bisa kita mulai dari sekarang. Mari kita berlomba membentuk wanita shalihah dalam keluarga dan masyarakat Islam. Mudah-mudahan hal ini bisa kita laksanakan. Amien.

sumber http://www.caksub.com

Prapatan Samarang















Prapatan Samarang

Tempat kelahiran ku di desa surojoyo sapuran wonosobo namun kenapa sekarang saya malah merantau ......maklum lah namanya juga anak desa melihat orang pada merantau sepertinya enak sekali setiap beliau pulang punya duit bisa jalan sama cewek cewek bisa neraktir teman bawa hp mewah pokoknya mengiurkan hati jadi kepingin merantau kukira di rantau itu nikmat dan indah namun kenyataanya sedih dan duka sering terjadi sedih dan duka karena jauh dari orang tua keluarga teman namun kalo tidak merantau gak punya duit heheheh memang aneh orang hidup ya namun kenapa saya merantau selain keinginan untuk menjadi orang yang serba kecukupan itu karen tidak bisa mencangkul dan takut sama ulet kalo di kebun terkadang juga saya merasa malu sama orang tua kalo di kampung Bapak dan Ibu pergi kesawah dan ladang aq hanya berdiam diri di rumah andaikan ikut kesawah dan berkebun paling juga melihatin kedua ortu saya mengerjakan aktifitas nya menggarap kebun dan sawah habis gimana mencangkul tidak bisa

heheh takut sama ulet lagi , sedangkan di rantau itu sangat susah sekali cari kerjaan dan bekerja pun harus gesit,rajin dan penuh tanggung jawab serta harus punya keahlia karena persaingan kerja sudah tidak bersaing sama orang orang kita Indonesia saja.sekarang harus bersaing sama orang orang asing , ya gitu deh perubahan jama namanya juga .lalau agar kita bisa di terima di salah satu perusahan dan yang harus kita sadari itu adalah tidak boleh gengsi harus gesit,rajin ,jujur dan penuh tanggung jawab serta harus punya keahlia

kalo gengsi gedegedean kita gak bakalan bisa hidup di metropolitan palagi gak jujur maka dari itu bagi yang belum pernah merantau mendingan gak usah merantau mendingan buka usaha saja di rumah sekolah yang rajin jangan bolos terus kayak saya dolo , namun jadi inget almarhum bang nyamin s kenapa harus merantau katanya di saat mau pamit merantau sama nyokap and bokap nya gak boleh ngapain merantau orang orang saja dating kejakarta katanya heheheh terus dengar lagunya bang iwan yang desa menjadi kekuatan ekonomi gtu loh salah satu sairnya itu menjadi saya harus berpikir mempunyai komitmen bahwa saya kelak nanti harus bias berladang bertani yang moderen ya paling tidak enggak seperti orang tua ku petaninyalah serta harus jangan sampai takut sama ulet , namun gmn caranya ya heheheh soalnya ulet kalo jalan bikin merinding bulu kuduk serta kalo tersentuh gatal hehehhe namun itu bagi ku harus bisa nah muncul deh motto saya dimana saya hidup saya harus bisa mencari makan dan bisa bersahabat sama alam yang saya tempati serta bisa menggelolanya dengan baik yang bisa menghasilkan apa yang menjadi tujuan saya dengan bekal keahlian saya kemampuan saya serta kejujuran keyakinan untuk menjadi orang berguna bagi orang tua dan keluarga serta masyarakat dan bangsa yang jangan Cuma jadi orang hidup di dunia ini hanya numpang minum makan berak kencing bikin dosa korupsi ngelendengin tangane sirik saja cari rejeki untuh dunia di imbangi cari ilmu untuk bekal di surga nanti kalo hidup hanya hura-hura mati masuk surga gak ada sejarah nya heheheheh , segini dolo ah nulis nya nanti dilanjut kerja dolo ntar kena SP hehehhe ……………..

Bang yos sudah mulai berakit-rakit kehulu

Meski Pemilu masih 2 tahun lagi, namun sejumlah nama mulai nampak serius mempersiapkan diri memperebutkan kursi RI-1. Hal serupa pun mulai dilakukan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, salah satu calon presiden yang akan bertanding pada pilpres mendatang. Sedikit demi sedikit, Sutiyoso mulai membuka strateginya menuju Pilpres 2009. Setelah pendeklerasiannya, Sutiyoso mulai mendekati partai-partai papan tengah. Tujuannya agar bisa diusung oleh partai-partai itu menjadi capres. Sutiyoso mengakui bahwa tahap ini, dirinya sedang memperkenalkan diri kepada rakyat Indonesia. Tentunya hal ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Oleh sebab itulah, ia pun memutuskan mendeklerasikan diri sebagai capres jauh-jauh hari.

Sehubungan dengan pencalonan dirinya, Sutiyoso tetap menegaskan bahwa dirinya tidak terpikir untuk mendirikan partai karena waktu dan tenaga yang akan habis untuk itu. Beliau hanya berupaya untuk mengadakan pendekatan pada berbagai pihak termasuk partai yang ada. Saat ini, sudah ada beberapa pihak yang menyambut positif pendekatan politik yang dilakukannya dan juga ada beberapa partai yang sudah terang-terangan mendukung. Meski demikian, ia mengaku belum cukup sebagai bekalnya untuk melaju dalam Pilpres 2009 mendatang. Diantara nama-nama partai yang sudah ia dekati adalah Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sejumlah partai baru pun sempat mendekatinya untuk meminangnya. Namun Sutiyoso menolak dan lebih suka mencari dukungan dari partai yang sudah ada.

Selain partai-partai menengah, Sutiyoso yang akrab disapa Bang Yos pun juga mencoba mendekati Partai Golkar. Golkar pun membuka pintu baginya. Ketua DPP Partai Golkar, Agung Laksono, mengatakan bahwa Golkar membuka peluang bagi tokoh di luar partai selain kader Golkar sendiri. Namun tentunya, calon dari luar partai harus melewati proses seleksi yang cukup ketat.

Senada dengan Golkar, PAN pun masih menjaring tokoh-tokoh nasional baik dari PAN maupun dari luar PAN untuk dicalonkan dalam pilpres dengan berdasar pada keputusan seluruh jajaran PAN, serta pertimbangan hasil survei.

Selain itu, PKB mengajukan 3 syarat kepada mantan Gubernur Jakarta ini jika ingin didukung PKB pada Pilpres 2009 mendatang. Syarat pertama tentunya adalah apakah ideologi Sutiyoso sama dengan PKB. Kedua, apakah Sutiyoso punya pola kepemimpinan yang plural seperti yang dicirikan PKB atau tidak. Syarat ketiga menyangkut konfigurasi internal PKB. Misalnya bagaimana penerimaan oleh Gus Dur dan penerimaan partai secara organisatoris. Mengingat saat ini, Gus Dur sendiri juga ada rencana untuk maju sebagai capres. Syarat ketiga inilah yang sebenarnya sangat menentukan.

Setelah PAN bersedia menjadi kendaraan politik menuju kursi kepresidenan Sutiyoso, kini tiba giliran Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mulai dilirik. DPP PKS menyatakan tidak keberatan dengan pencalonan Sutiyoso oleh Golkar dan PAN. Namun menurut Presiden PKS, Tifatul Sembiring, sejauh ini partainya belum menunjuk calon siapa yang maju ke Pilpres 2009. Ia melanjutkan bahwa partainya baru akan menunjuk calon setelah rapat majelis syuro yang akan diadakan 3-4 November 2007. Tentang figur yang layak, Tifatul mengisyaratkan calon yang maju sebaiknya berusia lebih muda. Hal ini dilihatnya karena dari calon-calon yang mulai disebut akhir-akhir ini termasuk Sutiyoso, usianya sudah di atas 60 tahun.

sumber http://forum-politisi.org/arsip/article.php?id=528

KALO SUDAH TIADA BARU TERASA ,KEPERGIAN ALI SADIKIN

JAKARTA, RABU - Sekretaris Pokja Petisi 50 Chris Siner Key Timu mengatakan, saat ini Indonesia membutuhkan sosok negarawan seperti almarhum Ali Sadikin yakni sosok yang jujur, tegas, berani dan peduli pada rakyat. "Di masa transisi seperti sekarang, Indonesia membutuhkan sosok negarawan seperti Pak Ali," kata Chris saat ditemui di rumah duka di Jalan Borobudur Nomor 2 Jakarta Pusat, Selasa (20/5).

Chris yang mengenal Ali Sadikin sejak bersama-sama aktif di Lembaga Kesadaran Berkonstitusi, cikal bakal Petisi 50, mengenang mantan gubernur DKI itu sebagai sosok yang benar-benar memiliki kepedulian pada bangsa dan negara. "Saat beliau habis operasi cangkok lever, keluarga memintanya beristirahat dan mengurangi kegiatan. Tapi beliau tetap saja aktif mengajak kami berdiskusi soal perkembangan negara," katanya.

Menurut Chris, purnawirawan jenderal bintang tiga KKO (sekarang Korps Marinir-Red) itu sangat senang ketika reformasi digulirkan pada 1998 dan berharap bangsa ini menjadi lebih baik. "Pak Ali terus mengikuti perkembangan, tapi beliau kecewa reformasi tak seperti yang diharapkan," kata Chris.

Pada bagian lain Chris menuturkan, Ali Sadikin merupakan sosok yang berpendirian kuat, bahkan siap menghadapi risiko sebagai konsekuensi pendiriannya itu.

Karena itu pula, lanjutnya, Ali Sadikin tak gentar ketika dimusuhi rezim Orde Baru. "Ketika Pak Ali disebut Sudomo berada di luar sistem, yakni di luar sistem Orde Baru, dengan tegas Pak Ali menyebut dia tetap di dalam sistem, yakni sistem Pancasila dan konstitusi," katanya.

Ketegasan dan ketegaran Ali Sadikin juga terlihat ketika selaku gubernur DKI melegalkan prostitusi dan perjudian। Ali bergeming meski diprotes di sana-sini। "Saat mulai menjabat gubernur APBD DKI cuma Rp 66 juta. Katanya, bagaimana bisa membangun dengan uang segitu. Tapi akhirnya semua orang bisa melihat bagaimana beliau membangun dan mengembangkan Jakarta," katanya. (ANT)

http://www.kompas.com/index.php/read/xml/2008/05/21/04061371/indonesia.butuh.sosok.seperti.ali.sadikin


Minggu, 18 Mei 2008

Jenderal Besar Purnawirawan Haji Muhammad Soeharto

Jenderal Besar Purnawirawan Haji Muhammad Soeharto, (ER, EYD: Suharto) (Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, 8 Juni, 1921 - Jakarta, 27 Januari, 2008[1]) adalah Presiden Indonesia yang kedua, menggantikan Soekarno, dari 1967 sampai 1998.

Sebelum menjadi presiden, Soeharto adalah pemimpin militer pada masa pendudukan Jepang dan Belanda, dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal. Setelah Gerakan 30 September, Soeharto menyatakan bahwa PKI adalah pihak yang bertanggung jawab dan memimpin operasi untuk menumpasnya. Operasi ini menewaskan lebih dari 500.000 jiwa.[2]

Soeharto kemudian mengambil alih kekuasaan dari Soekarno, dan resmi menjadi presiden pada tahun 1968. Ia dipilih kembali oleh MPR pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Pada tahun 1998, masa jabatannya berakhir setelah mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei tahun tersebut, menyusul terjadinya Kerusuhan Mei 1998 dan pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa. Ia merupakan orang Indonesia terlama dalam jabatannya sebagai presiden. Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie.

Peninggalan Soeharto masih diperdebatkan sampai saat ini. Dalam masa kekuasaannya, yang disebut Orde Baru, Soeharto membangun negara yang stabil dan mencapai kemajuan ekonomi dan infrastruktur. Suharto juga membatasi kebebasan warganegara Indonesia keturunan Tionghoa, menduduki Timor Timur, dan dianggap sebagai rejim paling korupsi sepanjang masa dengan jumlah US$15 milyar sampai US$35 milyar.[3] Usaha untuk mengadili Soeharto gagal karena kesehatannya yang memburuk. Setelah menderita sakit berkepanjangan, ia meninggal karena kegagalan organ multifungsi di Jakarta pada tanggal 27 Januari 2008.

Soeharto menikah dengan Siti Hartinah ("Tien") dan dikaruniai enam anak, yaitu Siti Hardijanti Rukmana (Tutut), Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Hariyadi (Titiek), Hutomo Mandala Putra (Tommy), dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek)।

Latar Belakang

Suharto lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta. Dia bergabung dengan pasukan kolonial Belanda, KNIL. Selama Perang Dunia II, dia menjadi komandan peleton, kemudian kompi di dalam militer yang disponsori oleh Jepang yang dikenal sebagai tentara PETA (Pembela Tanah Air).

Setelah Proklamasi Kemerdekaan oleh Soekarno pada 1945, pasukannya bentrok dengan Belanda yang sedang berupaya mendirikan kembali kolonialisme di Indonesia. Soeharto dikenal luas dalam militer dengan serangan tiba-tibanya yang menguasai Yogyakarta pada 1 Maret 1949 (lihat Serangan Umum 1 Maret) hanya dalam waktu enam jam. Namun gerakan ini cenderung ditafsirkan sebagai simbol perjuangan rakyat Indonesia terhadap pasukan Belanda. Penggagas sebenarnya serangan ini adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sebagai raja Yogyakarta, Gubernur Militer serta Menteri Pertahanan.

Di tahun berikutnya dia bekerja sebagai pejabat militer di Divisi Diponegoro Jawa Tengah. Pada 1959 dia terlibat kasus penyelundupan dan kasusnya hampir dibawa ke pengadilan militer oleh Kolonel Ahmad Yani[rujukan?]. Namun atas saran Jendral Gatot Subroto saat itu, dia dibebaskan dan dipindahkan ke Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SESKOAD) di Bandung, Jawa Barat . Sebelumnya Letkol Soeharto menjadi komandan penumpasan pemberontakan di Makassar, di bawah komando Kolonel Alex Kawilarang .

Pada 1961 dia mencapai pangkat brigadir jendral dan memimpin Komando Mandala yang bertugas merebut Irian Barat. Sekembalinya dari Indonesia Timur, Soeharto yang telah naik pangkat menjadi mayor jenderal, ditarik ke markas besar ABRI oleh Jenderal A.H. Nasution. Di pertengahan tahun 1962, Soeharto diangkat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) hingga 1965.

Pada 1965, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, khususnya Angkatan Darat mengalami konflik internal, terutama akibat politik Nasakom yang dilancarkan Sukarno pada saat itu, sehingga pecah menjadi dua faksi, sayap kiri dan sayap kanan. Soeharto berada di pihak sayap kanan. Hal terpenting yang diperoleh Soeharto dari operasi militer ini adalah perkenalannya dengan Kol. Laut Sudomo, Mayor Ali Murtopo, Kapten Benny Murdani yang kemudian tercatat sebagai orang-orang terpenting dan strategis di tubuh pemerintahannya kelak।

Naik ke kekuasaan

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Gerakan 30 September

Pada pagi hari 1 Oktober 1965, beberapa pasukan pengawal Kepresidenan, Tjakrabirawa di bawah Letnan Kolonel Untung Syamsuri bersama pasukan lain menculik dan membunuh enam orang jendral. Pada peristiwa itu Jendral A.H. Nasution yang menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Hankam dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata berhasil lolos. Satu yang terselamatkan, yang tidak menjadi target dari percobaan kudeta adalah Mayor Jendral Soeharto, meski menjadi sebuah pertanyaan apakah Soeharto ini terlibat atau tidak dalam peristiwa yang dikenal sebagai G-30-S itu. Beberapa sumber mengatakan, Pasukan Tjakrabirawa yang terlibat itu menyatakan bahwa mereka mencoba menghentikan kudeta militer yang didukung oleh CIA yang direncanakan untuk menyingkirkan Presiden Soekarno dari kekuasaan pada "Hari ABRI", 5 Oktober 1965 oleh badan militer yang lebih dikenal sebagai Dewan Jenderal.

Peristiwa ini segera ditanggapi oleh Mayjen Soeharto untuk segera mengamankan Jakarta, menurut versi resmi sejarah pada masa Orde Baru, terutama setelah mendapatkan kabar bahwa Letjen Ahmad Yani, Menteri / Panglima Angkatan Darat tidak diketahui keberadaannya. Hal ini sebenarnya berdasarkan kebiasaan yang berlaku di Angkatan Darat bahwa bila Panglima Angkatan Darat berhalangan hadir, maka Panglima Kostrad yang menjalankan tugasnya. Tindakan ini diperkuat dengan turunnya Surat Perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) dari Presiden Soekarno yang memberikan kewenangan dan mandat kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Langkah yang diambil Soeharto adalah segera membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) sekalipun sempat ditentang Presiden Soekarno, penangkapan sejumlah menteri yang diduga terlibat G-30-S (Gerakan 30 September). Tindakan ini menurut pengamat internasional dikatakan sebagai langkah menyingkirkan Angkatan Bersenjata Indonesia yang pro-Soekarno dan pro-Komunis yang justru dialamatkan kepada Angkatan Udara Republik Indonesia di mana jajaran pimpinannya khususnya Panglima Angkatan Udara Laksamana Udara Omar Dhani yang dinilai pro Soekarno dan Komunis, dan akhirnya memaksa Soekarno untuk menyerahkan kekuasaan eksekutif. Tindakan pembersihan dari unsur-unsur komunis (PKI) membawa tindakan penghukuman mati anggota Partai Komunis di Indonesia yang menyebabkan pembunuhan sistematis sekitar 500 ribu "tersangka komunis", kebanyakan warga sipil, dan kekerasan terhadap minoritas Tionghoa Indonesia. Soeharto dikatakan menerima dukungan CIA dalam penumpasan komunis. Diplomat Amerika 25 tahun kemudian mengungkapkan bahwa mereka telah menulis daftar "operasi komunis" Indonesia dan telah menyerahkan sebanyak 5.000 nama kepada militer Indonesia. Been Huang, bekas anggota kedutaan politik AS di Jakarta mengatakan di 1990 bahwa: "Itu merupakan suatu pertolongan besar bagi Angkatan Bersenjata. Mereka mungkin membunuh banyak orang, dan saya kemungkinan memiliki banyak darah di tangan saya, tetapi tidak seburuk itu. Ada saatnya di mana anda harus memukul keras pada saat yang tepat." Howard Fenderspiel, ahli Indonesia di State Department's Bureau of Intelligence and Research di 1965: "Tidak ada yang peduli, selama mereka adalah komunis, bahwa mereka dibantai. Tidak ada yang bekerja tentangnya."1 Dia mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia dalam rangka membebaskan sumber daya di militer.

Jendral Soeharto akhirnya menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia setelah pertanggungjawaban Presiden Soekarno (NAWAKSARA) ditolak MPRS pada tahun 1967, kemudian mendirikan apa yang disebut Orde Baru.

Beberapa pengamat politik baik dalam negeri maupun luar negeri mengatakan bahwa Soeharto membersihkan parlemen dari komunis, menyingkirkan serikat buruh dan meningkatkan sensor. Dia juga memutuskan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Tiongkok dan menjalin hubungan dengan negara barat dan PBB. Dia menjadi penentu dalam semua keputusan politik.

Jendral Soeharto dikatakan meningkatkan dana militer dan mendirikan dua badan intelijen - Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) dan Badan Koordinasi Intelijen Nasional (Bakin). Sekitar 2 juta orang dieksekusi dalam pembersihan massal dan lebih dari 200.000 ditangkap hanya karena dicurigai terlibat dalam kudeta. Banyak komunis, tersangka komunis dan yang disebut "musuh negara" dihukum mati (meskipun beberapa hukuman ditunda sampai 1990).

Diduga bahwa daftar tersangka komunis diberikan ke tangan Soeharto oleh CIA. Sebagai tambahan, CIA melacak nama dalam daftar ini ketika rezim Soeharto mulai mencari mereka. Dukungan yang tidak dibicarakan ini dari Pemerintah Amerika Serikat untuk rezim Soeharto tetap diam sampai invasi Timor Timur, dan terus berlangsung sampai akhir 1990-an. Karena kekayaan sumber daya alamnya dan populasi konsumen yang besar, Indonesia dihargai sebagai rekan dagang Amerika Serikat dan begitu juga pengiriman senjata tetapi dipertahankan ke rezim Soeharto. Ketika Soeharto mengumjungi Washington pada 1995 pejabat administratif Clinton dikutip di New York Times mengatakan bahwa Soeharto adalah "orang seperti kita" atau "orang golongan kita".

Pada 12 Maret 1967 Soeharto diangkat sebagai Pejabat Presiden Indonesia oleh MPR Sementara. Setahun kemudian, pada 27 Maret 1968 dia resmi diangkat sebagai Presiden untuk masa jabatan lima tahun yang pertama. Dia secara langsung menunjuk 20% anggota MPR. Partai Golkar menjadi partai favorit dan satu-satunya yang diterima oleh pejabat pemerintah. Indonesia juga menjadi salah satu pendiri ASEAN.

Ekonomi Indonesia benar-benar amburadul di pertengahan 1960-an. Soeharto pun kemudian meminta nasehat dari tim ekonom hasil didikan Barat yang banyak dikenal sebagai "mafia Berkeley". Tujuan jangka pendek pemerintahan baru ini adalah mengendalikan inflasi, menstabilkan nilai rupiah, memperoleh hutang luar negeri, serta mendorong masuknya investasi asing. Dan untuk satu hal ini, kesuksesan mereka tidak bisa dipungkiri. Peran Sudjono Humardani sebagai asisten finansial besar artinya dalam pencapaian ini.

Di bidang sosial politik, Soeharto menyerahkannya kepada Ali Murtopo sebagai asisten untuk masalah-masalah politik. Menghilangkan oposisi dengan melemahkan kekuatan partai politik dilakukan melalui fusi dalam sistem kepartaian

Meredam Oposisi

Soeharto membangun dan memperluas konsep "Jalan Tengah"-nya Jenderal Nasution menjadi konsep dwifungsi untuk memperoleh dukungan basis teoritis bagi militer untuk memperluas pengaruhnya melalui pejabat-pejabat pemerintahan, termasuk cadangan alokasi kursi di parlemen dan pos-pos utama dalam birokrasi sipil. Peran dwifungsi ini adalah peran militer di bidang politik yang permanen.

Sepak terjang Ali Murtopo dengan badan inteligennya mulai mengancam Soeharto. Persaingan antara Ali Moertopo dan Sumitro dipergunakan untuk menyingkirkan Ali. Namun Sumitro pun segera ditarik dari jabatannya dan kendali Kopkamtib dipegang langsung oleh Soeharto karena dianggap potensial mengancam. Beberapa bulan setelah peristiwa Malari sebanyak 12 surat kabar ditutup dan ratusan rakyat Indonesia termasuk mahasiswa ditangkap dan dipenjarakan.

Pada 1978 untuk mengeliminir gerakan mahasiswa maka segera diberlakukannya NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan). Kebijakan ini ditentang keras oleh banyak organisasi mahasiswa. Hubungan kegiatan mahasiswa dengan pihak kampus hanyalah kepada mereka yang diperbolehkan pemerintah lewat mekanisme kontrol dekanat dan rektorat.

Mulut pers pun dibungkam dengan lahirnya UU Pokok Pers No. 12 tahun 1982. UU ini mengisyaratkan adanya restriksi atau peringatan mengenai isi pemberitaan ataupun siaran. Organisasi massa yang terbentuk harus memperoleh izin pemerintah dengan hanya satu organisasi profesi buatan pemerintah yang diperbolehkan berdiri. Sehingga organisasi massa tak lebih dari wayang-wayang Orde Baru.

Kemudian pada tahun 1979-1980 muncul sekelompok purnawirawan perwira tinggi angkatan bersenjata dan tokoh-tokoh sipil yang dikenal kritis, yang tergabung dalam Petisi 50, mengeluarkan serial selebaran yang mengeluhkan sikap politik pemerintah Orde Baru yang menjadikan Angkatan Darat sebagai pendukung kemenangan Golkar, serta menuntut adanya reformasi politik. Sebagai balasannya, pemerintah mencekal mereka. Kelompok ini pun gagal serta tak pernah mampu tampil lagi sebagai kelompok oposisi yang efektif terhadap pemerintahan Orde Baru.


Puncak Orde Baru


Pada masa pemerintahannya, Presiden Soeharto menetapkan pertumbuhan ekonomi sebagai pokok tugas dan tujuan pemerintah. Dia mengangkat banyak teknokrat dan ahli ekonomi yang sebelumnya bertentangan dengan Presiden Soekarno yang cenderung bersifat sosialis. Teknokrat-teknokrat yang umumnya berpendidikan barat dan liberal (Amerika Serikat) diangkat adalah lulusan Berkeley sehingga mereka lebih dikenal di dalam klik ekonomi sebagai Mafia Berkeley di kalangan Ekonomi, Industri dan Keuangan Indonesia. Pada masanya, Indonesia mendapatkan bantuan ekonomi dan keuangan dari negara-negara donor (negara-negara maju) yang tergabung dalan IGGI yang diseponsori oleh pemerintah Belanda. Namun pada tahun 1992, IGGI dihentikan oleh pemerintah Indonesia karena dianggap turut campur dalam urusan dalam negeri Indonesia, khususnya dalam kasus Timor Timur pasca Insiden Dili. Peran IGGI ini digantikan oleh lembaga donor CGI yang disponsori Perancis. Selain itu, Indonesia mendapat bantuan dari lembaga internasional lainnya yang berada dibawah PBB seperti UNICEF, UNESCO dan WHO. Namun sayangnya, kegagalan manajemen ekonomi yang bertumpu dalam sistem trickle down effect (menetes ke bawah) yang mementingkan pertumbuhan dan pengelolaan ekonomi pada segelintir kalangan serta buruknya manajemen ekonomi perdagangan industri dan keuangan (EKUIN) pemerintah, membuat Indonesia akhirnya bergantung pada donor Internasional terutama paska Krisis 1997. Dalam bidang ekonomi juga, tercatat Indonesia mengalami swasembada beras pada tahun 1984. Namun prestasi itu ternyata tidak dapat dipertahankan pada tahun-tahun berikutnya. Kemudian kemajuan ekonomi Indonesia saat itu dianggap sangat signifikan sehingga Indonesia sempat dimasukkan dalam negara yang mendekati negara-negara Industri Baru bersama dengan Malaysia, Filipina dan Thailand, selain Singapura, Taiwan dan Korea Selatan.

Di bidang politik, Presiden Soeharto melakukan penyatuan partai-partai politik sehingga pada masa itu dikenal tiga partai politik yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dalam upayanya menyederhanakan kehidupan berpolitik di Indonesia sebagai akibat dari politik masa presiden Soekarno yang menggunakan sistem multipartai yang berakibat pada jatuh bangunnya kabinet dan dianggap penyebab mandeknya pembangunan. Kemudian dikeluarkannnya UU Politik dan Asas tunggal Pancasila yang mewarnai kehidupan politik saat itu. Namun dalam perjalanannya, terjadi ketimpangan dalam kehidupan politik di mana muncullah istilah "mayoritas tunggal" di mana GOLKAR dijadikan partai utama dan mengebirikan dua parpol lainnya dalam setiap penyelenggaraan PEMILU. Berbagai ketidakpuasan muncul, namun dapat diredam oleh sistem pada masa itu.

Seiring dengan naiknya taraf pendidikan pada masa pemerintahannya karena pertumbuhan ekonomi, muncullah berbagai kritik dan ketidakpuasan atas ketimpangan ketimpangan dalam pembangunan. Kesenjangan ekonomi, sosial dan politik memunculkan kalangan yang tidak puas dan menuntut perbaikan. Kemudian pada masa pemerintahannya, tercatat muncul peristiwa kekerasan di masyarakat yang umumnya sarat kepentingan politik, selain memang karena ketidakpuasan dari masyarakat

Beberapa catatan atas tindakan represif Orde Baru


Presiden Soeharto dinilai memulai penekanan terhadap suku Tionghoa, melarang penggunaan tulisan Tionghoa tertulis di berbagai material tertulis, dan menutup organisasi Tionghoa karena tuduhan simpati mereka terhadap komunis. Walaupun begitu, Soeharto terlibat persahabatan yang akrab dengan Lee Kuan Yew yang pernah manjadi Perdana Menteri Singapura yang beretnis Tionghoa.

Pada 1970 Soeharto melarang protes pelajar setelah demonstrasi yang meluas melawan korupsi. Sebuah komisi menemukan bahwa korupsi sangat umum. Soeharto menyetujui hanya dua kasus dan kemudian menutup komisi tersebut. Korupsi kemudian menjadi sebuah endemik.

Dia memerintah melalui kontrol militer dan penyensoran media. Dia menguasai finansial dengan memberikan transaksi mudah dan monopoli kepada saudara-saudaranya, termasuk enam anaknya. Dia juga terus memainkan faksi berlainan di militer melawan satu sama lain, dimulai dengan mendukung kelompok nasionalis dan kemudian mendukung unsur Islam.

Pada 1973 dia memenangkan jangka lima-tahun berikutnya melalui pemilihan "electoral college". dan juga terpilih kembali pada 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Soeharto mengubah UU Pemilu dengan mengizinkan hanya tiga partai yang boleh mengikuti pemilihan, termasuk partainya sendiri, Golkar. Oleh karena itu semua partai Islam yang ada diharuskan bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan, sementara partai-partai non-Islam (Katolik dan Protestan) serta partai-partai nasionalis digabungkan menjadi Partai Demokrasi Indonesia.

Pada 1975, dengan persetujuan bahkan permintaan Amerika Serikat dan Australia, ia memerintahkan pasukan Indonesia untuk memasuki bekas koloni Portugal Timor Timur setelah Portugal mundur dan gerakan Fretilin memegang kuasa yang menimbulkan kekacauan di masyarakat Timor Timur Sendiri, serta kekhawatiran Amerika Serikat atas tidakan Fretilin yang menurutnya mengundang campur tangan Uni Soviet. Kemudian pemerintahan pro integrasi dipasang oleh Indonesia meminta wilayah tersebut berintegrasi dengan Indonesia. Pada 15 Juli 1976 Timor Timur menjadi provinsi Timor Timur sampai wilayah tersebut dialihkan ke administrasi PBB pada 1999.


Korupsi menjadi beban berat pada 1980-an. Pada 5 Mei 1980 sebuah kelompok yang kemudian lebih dikenal dengan nama Petisi 50 menuntut kebebasan politik yang lebih besar. Kelompok ini terdiri dari anggota militer, politisi, akademik, dan mahasiswa. Media Indonesia menekan beritanya dan pemerintah mecekal penandatangannya. Setelah pada 1984 kelompok ini menuduh bahwa Soeharto menciptakan negara satu partai, beberapa pemimpinnya dipenjarakan.

Catatan hak asasi manusia Soeharto juga semakin memburuk dari tahun ke tahun. Pada 1993 Komisi HAM PBB membuat resolusi yang mengungkapkan keprihatinan yang mendalam terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia di Indonesia dan di Timor Timur. Presiden AS Bill Clinton mendukungnya.

Pada 1996 Soeharto berusaha menyingkirkan Megawati Soekarnoputri dari kepemimpinan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), salah satu dari tiga partai resmi. Di bulan Juni, pendukung Megawati menduduki markas besar partai tersebut. Setelah pasukan keamanan menahan mereka, kerusuhan pecah di Jakarta pada tanggal 27 Juli 1996 (peristiwa Sabtu Kelabu) yang dikenal sebagai "Peristiwa Kudatuli" (Kerusuhan Dua Tujuh Juli)।

Soeharto turun Tahta

Bank Dunia, 20 sampai 30% dari dana pengembangan Indonesia telah disalahgunakan selama bertahun-tahun. Krisis finansial Asia di tahun yang sama tidak membawa hal bagus bagi pemerintahan Presiden Soeharto ketika ia dipaksa untuk meminta pinjaman, yang juga berarti pemeriksaan menyeluruh dan mendetail dari IMF.

Mekipun sempat menyatakan untuk tidak dicalonkan kembali sebagai Presiden pada periode 1998-2003, terutama pada acara Golongan Karya, Soeharto tetap memastikan ia terpilih kembali oleh parlemen untuk ketujuh kalinya di Maret 1998. Setelah beberapa demonstrasi, kerusuhan, tekanan politik dan militer, serta berpuncak pada pendudukan gedung DPR/MPR RI, Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 untuk menghindari perpecahan dan meletusnya ketidakstabilan di Indonesia. Pemerintahan dilanjutkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie.

Dalam pemerintahannya yang berlangsung selama 32 tahun lamanya, telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan termasuk korupsi dan pelanggaran HAM. Hal ini merupakan salah satu faktor berakhirnya era Soeharto.


Kasus dugaan Korupsi


Artikel utama: Kasus dugaan korupsi Soeharto

Soeharto memiliki dan mengetuai tujuh buah yayasan, yaitu Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, Yayasan Trikora. Pada 1995, Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995. Keppres ini menghimbau para pengusaha untuk menyumbang 2 persen dari keuntungannya untuk Yayasan Dana Mandiri.

Hasil penyidikan kasus tujuh yayasan Soeharto menghasilkan berkas setebal 2.000-an halaman. Berkas ini berisi hasil pemeriksaan 134 saksi fakta dan 9 saksi ahli, berikut ratusan dokumen otentik hasil penyitaan dua tim yang pernah dibentuk Kejaksaan Agung, sejak tahun 1999.

Menurut Transparency International, Soeharto menggelapkan uang dengan jumlah terbanyak dibandingkan pemimpin dunia lain dalam sejarah dengan perkiraan 15–35 miliar dolar A.S. selama 32 tahun masa pemerintahannya.[1]

Pada 12 Mei 2006, bertepatan dengan peringatan sewindu Tragedi Trisakti, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya telah mengeluarkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) perkara mantan Presiden Soeharto, yang isinya menghentikan penuntutan dugaan korupsi mantan Presiden Soeharto pada tujuh yayasan yang dipimpinnya dengan alasan kondisi fisik dan mental terdakwa yang tidak layak diajukan ke persidangan. SKPP itu dikeluarkan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada 11 Mei 2006, namun SKPP ini lalu dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 12 Juni २००६

Bidang Politik

Sebagai presiden Indonesia selama lebih dari 30 tahun, Soeharto telah banyak mempengaruhi sejarah Indonesia. Dengan pengambil alihan kekuasaan dari Soekarno, Soeharto dengan dukungan dari Amerika Serikat memberantas paham komunisme dan melarang pembentukan partai komunis. Dijadikannya Timor Timur sebagai provinsi ke-27 (saat itu) juga dilakukannya karena kekhawatirannya bahwa partai Fretilin (Frente Revolucinaria De Timor Leste Independente /partai yang berhaluan sosialis-komunis) akan berkuasa di sana bila dibiarkan merdeka. Hal ini telah mengakibatkan menelan ratusan ribu korban jiwa sipil.

Bidang Kesehatan

Untuk mengendalikan jumlah penduduk Indonesia, Soeharto memulai kampanye Keluarga Berencana yang menganjurkan setiap pasangan untuk memiliki secukupnya 2 anak. Hal ini dilakukan untuk menghindari ledakan penduduk yang nantinya dapat mengakibatkan berbagai masalah, mulai dari kelaparan, penyakit sampai kerusakan lingkungan hidup.

Bidang Pendidikan

Dalam bidang pendidikan Soeharto mempelopori proyek Wajib Belajar yang bertujuan meningkatkan rata-rata taraf tamatan sekolah anak Indonesia. Pada awalnya, proyek ini membebaskan murid pendidikan dasar dari uang sekolah (Sumbangan Pembiayaan Pendidikan) sehingga anak-anak dari keluarga miskin juga dapat bersekolah। Hal ini kemudian dikembangkan menjadi Wajib Belajar 9 tahun.


Wafat Soeharto

Presiden RI Kedua HM Soeharto wafat pada pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008. Jenderal Besar yang oleh MPR dianugerahi penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional, itu meninggal dalam usia 87 tahun setelah dirawat selama 24 hari (sejak 4 sampai 27 Januari 2008) di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta.

Berita wafatnya Pak Harto pertama kali diinformasikan Kapolsek Kebayoran Baru, Kompol. Dicky Sonandi, di Jakarta, Minggu (27/1). Kemudian secara resmi Tim Dokter Kepresidenan menyampaikan siaran pers tentang wafatnya Pak Harto tepat pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008 di RSPP Jakarta akibat kegagalan multi organ.

Kemudian sekitar pukul 14.40, jenazah mantan Presiden Soeharto diberangkatkan dari RSPP menuju kediaman di Jalan Cendana nomor 8, Menteng, Jakarta. Ambulan yang mengusung jenazah Pak Harto diiringi sejumlah kendaraan keluarga dan kerabat serta pengawal. Sejumlah wartawan merangsek mendekat ketika iring-iringan kendaraan itu bergerak menuju Jalan Cendana, mengakibatkan seorang wartawati televisi tertabrak.

Di sepanjang jalan Tanjung dan Jalan Cendana ribuan masyarakat menyambut kedatangan iringan kendaraan yang membawa jenazah Pak Harto. Rangkaian kendaraan yang membawa jenazah mantan Presiden Soeharto memasuki Jalan Cendana, sekitar pukul 14.55, Minggu (27/1).

Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan beberapa menteri yang tengah mengikuti rapat kabinet terbatas tentang ketahanan pangan, menyempatkan mengadakan jumpa pers selama 3 menit dan 28 detik di Kantor Presiden, Jakarta, Minggu (27/1). Presiden menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas wafatnya mantan Presiden RI Kedua Haji Muhammad Soeharto.

Minggu Sore pukul 16.00 WIB, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, lebih dulu melayat ke Cendana.

Pemakaman

Jenazah mantan presiden Soeharto diberangkatkan dari rumah duka di Jalan Cendana, Jakarta, Senin, 28 Januari 2008, pukul 09.00 WIB menuju Bandara Halim Perdanakusuma. Selanjutnya jenazah akan diterbangkan dari Bandara Halim Perdanakusuma ke Solo pukul 10.00 WIB untuk kemudian dimakamkan di Astana Giri Bangun, Solo, Senin (28/१
sumber
http://id.wikipedia.org/wiki/Soeharto#Latar_belakang

Menjelang Wafatnya Soekarno (1)

JAKARTA – Sembilan buku besar tertumpuk rapih di salah satu ruangan di rumah Rachmawati Soekarnoputri, Jl. Jati Padang Raya No. 54 A, Pejaten, Jakarta Selatan. Buku bertuliskan tangan itu berisi medical record (catatan medis) mantan Presiden Soekarno selama sakit di Wisma Yaso, Jakarta.
Ada pula tujuh lembar kertas tua yang warnanya sudah memudar kecokelatan. Ini juga menjadi bukti riwayat penyakit Bung Karno. Kopnya bertuliskan Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan Bagian Bakteriologi, Djl. Kartini 14, telpon 354, Bogor. Tapi yang lebih membuat dahi ini berkernyit keras, nama pasien disamarkan. Misalnya, ada yang tertera namanya Taufan (salah seorang putra Soekarno).
Menguak peristiwa yang terjadi tahun 1965-1970 itu memang tidak mudah. Pada masa lalu membicarakan masalah ini secara terbuka menjadi hal tabu. Maka tak heran jika sekarang banyak orang, terutama generasi muda, tak mengetahui kebenaran sejarah tersebut.
Namun kini, ketika semua mata dan seluruh perhatian tertumpah di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) sehubungan dengan sakitnya mantan Presiden Soeharto sejak 4 Januari 2008, rasa ingin tahu tentang masa lalu pun kembali mengusik. Itu semata-mata karena Soeharto dan Soekarno sama-sama mantan kepala negara.
Adalah Rachmawati Soekarnoputri, putri ketiga Soekarno, yang sangat ingin menyerahkan catatan medis ayahnya kepada pemerintah.
.
”Ini kalau pemerintah butuh data-data pendukung dan ingin melihat dari segi kebenaran, bukan hanya cerita fiktif,” tutur Rachmawati kepada SH di kediamannya, Sabtu (19/1) sore.
Maklum, seorang mantan menteri Orde Baru pernah berkomentar bahwa perlakuan terhadap Soekarno ketika sakit tidak sekejam itu. ”Saya tak mau gegabah. Ini bukan make up story, karena Kartono Mohamad saja (saat itu Ketua Ikatan Dokter Indonesia/IDI-red), mengatakan perawatan terhadap Bung Karno seperti perawatan terhadap keluarga sangat miskin,” kata Rachmawati.
Di sore hari itu, Rachmawati tidak sanggup bercerita banyak. Ia hanya tersedu sedan, hal itu sudah menggambarkan betapa getir kenangan yang dialaminya. Tetapi sebuah artikel yang pernah dimuat SH pada 15 Mei 2006, memberikan gambaran lebih lengkap. ”Seorang perempuan muncul di Kantor IDI di Jakarta, awal 1990-an,” demikian kalimat pertama artikel tersebut.
Perempuan itu ingin bertemu Kartono Mohamad untuk menyerahkan 10 bundel buku berisi catatan para perawat jaga Soekarno. Namun jauh sebelum pertemuan itu, Kartono bertemu Wu Jie Ping, dokter yang pernah merawat Soekarno di Hong Kong. Wu mengungkapkan bahwa Soekarno ”hanya” mengalami stroke ringan akibat penyempitan sesaat di pembuluh darah otak saat diberitakan sakit pada awal Agustus 1965, dan sama sekali tidak mengalami koma seperti isu yang beredar.
Ini menepis spekulasi bahwa Soekarno tidak akan mampu menyampaikan pidato kenegaraan pada peringatan hari proklamasi 17 Agustus 1965. Dan nyatanya, Soekarno tetap hadir pada peringatan detik-detik proklamasi 17 Agustus itu di Istana Merdeka, lengkap dengan tongkat komandonya.

Diperiksa Dokter Hewan
Setelah kembali lagi ke Jakarta, Kartono menemui Mahar Mardjono, dokter yang tahu banyak soal stroke. Rupanya Kartono tak hanya bercerita soal stroke, tapi juga rentetan kejadian yang dengan sengaja menelantarkan Soekarno. Maka bundel buku yang dibawa perempuan itu semakin menguatkan kegelisahan Kartono.
Namun Indonesia di awal 1990-an, kebenaran hanya boleh ditentukan oleh penguasa. Maka bundel buku itu hanya teronggok di meja kerja Kartono selama bertahun-tahun.
Hingga kemudian, krisis moneter meledak. Rakyat turun ke jalan dan Presiden Soeharto, yang telah berkuasa selama 32 tahun, dipaksa meletakkan jabatan. Indonesia berubah wajah. Kartono pun teringat onggokan buku itu. Ia bergegas ke RSPAD, rumah sakit yang mempekerjakan empat perawat di Wisma Yaso.
Kartono berharap dapat menemukan mereka, agar bangsa Indonesia mendapat cerita yang lengkap tentang tahun-tahun terakhir Soekarno. Namun menemukan Dinah, Dasih, J. Sumiati, dan Masnetty ternyata bukan hal mudah. Seorang di antara mereka meninggal, sedangkan yang lain sudah pensiun. RSPAD pun mendadak tak memiliki file atau berkas dari para perawat ini.
Kartono kehilangan jejak. Upayanya untuk mencari medical record Soekarno gagal. Pihak RSPAD mengatakan bahwa keluarga Soekarno telah membawanya. Ketika ini ditanyakan kepada Rachmawati, ia hanya geleng-geleng kepala. ”Tidak, tidak,” jawabnya lirih.
Yang membuatnya semakin terenyuh, sebelum dibawa ke Jakarta, Soekarno ditangani oleh dokter Soerojo yang seorang dokter hewan. Jejak ini terlihat dari berkas berkop Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan Bagian Bakteriologi.
Bahkan setelah dipindah ke RSPAD karena sakit ginjalnya semakin parah, upaya untuk melakukan cuci darah tidak dapat dilakukan dengan alasan RSPAD tidak mempunyai peralatan. Catatan medis juga menyebutkan obat yang diberikan hanya vitamin (B12, B kompleks, royal jelly) dan Duvadillan, obat untuk mengurangi penyempitan pembuluh darah perifer.
Perihal tekanan darah tinggi yang juga disebutkan dalam catatan medis, juga menyisakan tanya pada diri Rachmawati. Setiap kali menjenguk sang ayah dan mencicipi makanannya, masakan selalu terasa asin. ”Saya kecewa dengan semua perawatan itu. Ini sama saja dengan membiarkan orang berlalu,” lanjut Rachmawati.
Seorang mantan pejabat di era Presiden Soekarno membenarkan terjadinya fakta seputar masa sakit Soekarno yang tersia-sia. ”Tidak seperti sekarang ini, perawatan terhadap Soeharto. Sangat berbeda. Padahal seharusnya semua mantan presiden berhak dirawat secara all out dan diongkosi oleh negara,” katanya.
Purnawirawan perwira tinggi militer itu juga mengungkapkan, perlakuan seragam terhadap Soekarno berasal dari sebuah instruksi. ”Yang memberi instruksi ya orang yang sekarang sedang dirawat itu,” katanya.
Namun pria ini enggan dituliskan namanya. ”Wah, kalau ditulis di koran saya pasti digangguin...,” tuturnya dengan nada सेरिउस
AKARTA – Selembar foto hitam putih menguak penderitaan Soekarno ketika tergolek sakit di Wisma Yaso, Jakarta, 15 hari sebelum ia wafat. Kedua pipinya terlihat bengkak, gejala fisik pasien gagal ginjal. Matanya sedikit terbuka, tapi tanpa ekspresi. Raut wajahnya menampak kepasrahan yang begitu dalam.
Soekarno terlihat berbaring di atas sofa berukuran sempit dengan sebuah bantal. Kedua tangannya dicoba ditangkupkan. Siapa sangka, pria gagah inilah sang proklamator yang mengantarkan Negara Indonesia ke pintu kemerdekaan hingga detik ini.
Gambar ini dibuat secara diam-diam oleh Rachmawati Soekarnoputri bersama Guruh Soekarnoputra, 6 Juni 1970. Sebuah momentum bertepatan dengan hari ulang tahun Soekarno yang ke-69. ”Dik, ikut yuk, saya mau motret bapak,” tutur Rachmawati kepada adiknya, Guruh, kala itu.
Rupanya foto tersebut kemudian dikirimkan Rachmawati ke Kantor Berita AP dan dimuat di Harian Sinar Harapan. Maka gemparlah, dan Rachmawati diinterogasi oleh Corps Polisi Militer (CPM). Rachmawati pun bertanya, ”Mengapa dilarang memotret, memangnya status Bung Karno apa?”
Tetapi tak pernah ada jawaban tentang apa status Soekarno, sampai detik ini. ”Jadi semua serbasumir. Tak ada kejelasan tentang status bapak sampai bapak meninggal,” kata Rachmawati kepada SH di kediamannya di Jl. Jati Padang Raya No. 54A, Pejaten, Jakarta Selatan, Sabtu (19/1) sore.

Di saat kondisi penyakit ayahnya semakin kritis dan putra-putri ingin membesuknya, mereka tetap harus melapor dulu ke Pomdam Jaya, sehingga tidak dapat menengok setiap hari. Wisma Yaso yang terletak di Jl. Gatot Subroto, Jakarta, itu padahal merupakan kediaman istri Soekarno, yakni Dewi Soekarno. Begitu pula Soekarno sendiri, dalam kondisi sakit masih tetap harus menjalani pemeriksaan oleh Kopkamtib tiga bulan sekali.
Situasi seperti itu semakin menambah kalut keluarga Soekarno, setelah sebelumnya didera cobaan bertubi-tubi. Pada pertengahan 1965, sebuah rumor mengabarkan Soekarno mengalami koma sehingga diperkirakan tidak bisa menyampaikan pidato kenegaraan pada peringatan Proklamasi 17 Agustus 1965. Tetapi nyatanya, Soekarno hadir pada peringatan detik-detik proklamasi tersebut di Istana Merdeka, lengkap dengan pakaian kebesaran dan tongkat komandonya.
Tahun berikutnya, setelah Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) diteken 11 Maret 1966, keluarga Soekarno mendapat kiriman radiogram pada tahun 1967, berupa perintah supaya mereka keluar dari Istana Bogor. Maka kemudian di tahun 1968, Soekarno pindah dari Istana Bogor ke Batu Tulis, masih di wilayah Bogor.
Ternyata hawa dingin di Bogor membuat penyakit rematik Bung Karno semakin parah. Saat itu Soekarno ditangani oleh dokter Soerojo, dokter hewan. Bukti ini dikuatkan dengan dokumen riwayat penyakit Bung Karno di atas tujuh lembar kertas tua yang warnanya sudah memudar kecokelatan. Kopnya bertuliskan Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan Bagian Bakteriologi, Djl. Kartini 14, telpon 354, Bogor.
Menurut Rachmawati, penanganan dokter Soerojo saat itu pun hanya bersifat insidental. Lantaran rasa sakit makin tak tertahankan, akhirnya Soekarno mengutus Rachmawati untuk menyampaikan surat permohonan kepada Soeharto agar diperbolehkan kembali ke Jakarta.
”Saya diterima Pak Harto di Cendana, menyampaikan permintaan agar bapak dipindah ke Jakarta. Saya harus menunggu jawabannya dua minggu, aduh…,” tutur Rachmawati tak habis pikir. Akhirnya, Soekarno dipindah ke Wisma Yaso di Jakarta, yang sekarang menjadi Museum Satria Mandala.
Beberapa minggu kemudian dibentuklah tim dokter dengan ketua Mahar Mardjono. Tetapi karena Wisma Yaso hanya rumah biasa, tentu saja fasilitas medis yang tersedia sangat berbeda dengan jika dirawat di rumah sakit.

Tidak Cuci Darah
Hari-hari berikutnya, kondisi Soekarno menurun drastis. Seperti yang terdokumentasi dalam foto Rachmawati tersebut, pipi Soekarno sudah membengkak, pertanda mengalami gagal ginjal. Kondisi makin kritis. Hingga akhirnya pada 11 Juni 1970 mantan Presiden I RI itu dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto.
Rupanya pindah perawatan ke rumah sakit tidak seluruhnya menyelesaikan masalah. Perawatan yang diberikan tetap tidak maksimal dan peralatan medis seadanya. Pada saat dokter memastikan harus dilakukan cuci darah, upaya satu-satunya ini tidak dapat dilaksanakan. Alasannya, RSPAD tidak memiliki peralatan untuk cuci darah. ”Ini sama saja membiarkan orang cepat berlalu...,” tutur Rachmawati.
Begitu pula dengan obat-obatan, tidak tersedia di RSPAD sehingga putra-putri Soekarno membelinya sendiri di apotek di Kebayoran. ”Ada satu periode di mana saya tidak boleh menengok bapak,” ungkap Rachmawati. Dalam keadaan genting seperti itu, keluarga masih tetap tidak diizinkan tidur di rumah sakit untuk menunggui sang ayah. Mereka hanya boleh menunggu di dalam mobil di tempat parkir.
Tak ada pula teman-teman yang bisa menjenguknya, kecuali Mohammad Hatta. Rachmawati mengakui, selepas tahun 1965 memang terjadi de-Soekarno-isasi. Semua hal yang berbau Soekarno harus disingkirkan sejauh mungkin.
Hingga akhirnya pada 21 Juni 1970, Soekarno wafat. Jenazahnya kemudian disemayamkan di Wisma Yaso dan dilepas oleh Presiden Soeharto untuk diterbangkan ke Blitar, Jawa Timur. Itulah kali pertama Soeharto melihat fisik Soekarno setelah disingkirkan dari Istana Kepresidenan. Yang menjadi inspektur upacara pada pemakaman itu Jenderal TNI M Panggabean, tanpa kehadiran Presiden Soeharto di Blitar.
Mengapa pusara mantan Presiden I RI itu berada di kompleks pemakaman Desa Bendogerit, Blitar? Lokasi itu dipilihkan oleh negara dengan alasan dekat dengan makam kedua orangtua Soekarno. Pihak keluarga sebenarnya mengajukan permintaan sesuai wasiat Soekarno, yaitu dimakamkan di Batu Tulis atau di lokasi lain di Bogor.
Juga ketika gaung agar Tap MPR No. 11 Tahun 1998 tentang KKN mantan Presiden Soeharto dikumandangkan kembali tatkala Soeharto sakit di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Rachmawati meminta dicabutnya Tap MPRS No. XXXIII/1967.
Tap MPRS itu intinya adalah mencabut mandat MPRS dari Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. ”Secara pribadi saya berharap ada rehabilitasi. Dan Tap MPRS harus dicabut karena beban politik berbeda dengan beban pidana atau perdata,” lanjut Rachmawati.
Putri ketiga Soekarno itu pun hanya geleng-geleng kepala, ketika mengetahui kondisi kesehatan Soeharto yang sedang dirawat di RSPP mulai membaik. Semua orang juga tahu, betapa luar biasa dan istimewanya fasilitas untuk Soeharto.
Tetapi Rachmawati sama sekali tidak menaruh rasa dendam। Yang ia inginkan

sumber
http://www।sinarharapan।co।id/berita/0801/23/sh04।html







Bung Karno

PROKLAMATOR KEMERDEKAAN RI, PEMIMPIN BESAR REVOLUSI, PENYAMBUNG LIDAH RAKYAT, PENGGALI PANCASILA
6 JUNI 1901 Hari Kamis Pon। Windu Sanjaya. Wuku Wayang di Lawang Seketeng Surabaya, saat fajar menyingsing lahirlah jabang bayi Koesno yang kelak akan menjadi Soekarno dan pasangan Ida Ayu Nyoman Rai Sarimben, seorang putri keturunan Kasta Brahmana dan Banjar Balai Agung Singaraja Bali dengan Raden Soekemi Sosrodiharjo, Putra Raden Hardjodikromo seorang tokoh kebatinan di Tulungagung Jawa Timur. Saat kecil, Soekarno diasuh oleh Mbok Sarinah, sekaligus yang mengajarkan tentang kecintaan kepada orang tua, rakyatjelata dan sesama manusia.


1915 Tamat EUROPEESCHE LAGERE SCHOOL (ELS) di Mojokerto — Jawa Timur.

10 JUNI 1921 Pelajar Soekarno tamat dan sekolah HOGERE BURGER SCHOOL (HBS) di Surabaya. Semasa di HBS, ayahnya menitipkan Soekarno di rumah HOS. Cokroaminoto, Politikus Nasional dan Serikat Islam (SI). Di rumah inilah Soekarno dapat berkenalan dengan tokoh-tokoh Pergerakan Nasional, antara lain : Alimin, Muso, Darsono, serta mengenal dunia idea tokoh-tokoh dunia seperti Thomas Jefferson Jawaharal Nehru, Gladestone, Mahatma Gandi, Mazzini Jamaluddin Al Afgani, Moh Abduh, dIl.

25 MEl 1926 Soekarno berhasil menyelesaikan studinya di TERHNISCHE HOGE SCHOOL (THS) Bandung dengan mendapat gelar CIVIEL INGENIEUR (Insinyur Sipil).

1926 Diawali dengan pertemuan dengan seorang petani bernama Pak Marhaen di daerah Cigareleng Bandung Selatan dan melalui proses perenungan yang dalam serta serius, akhirnya Soekarno menemukan konsep Marhaen. Marhaenis, Marhaenisme sebagai teori perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia, oleh karenanya Bung Karno disebut sebagai Bapak Marhaenisme. Menulis artikel tentang Nasionallsme. Islamisme dan Marxisme” dan bersama-sama kawannya mendirikan “Algemeene Studieclub di Bandung, suatu perkumpulan yang mempelajari pergerakan politik yang didasarkan pada paham kebangsaan dan beruratnadikan rakyat jelata.

4 JULI 1927 Ir. Soekarno bersama Mr. Iskaq Tjokrohadisuryo, Dr. Sanusi Sastrowidagdo, Mr. Budiarto, Mr. Sartono, Mr. Sunaryo dan Ir. Anwari mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) yang bertujuan mencapai Indonesia Merdeka. Pada kongres PNI pertama.

27 sampai dengan 30 Mei 1928 di Surabaya, Perserikatan Nasional Indonesia berubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI) dan menerbitkan majalah Suluh Indonesia.

1928 Ir. Soekarno mengajarkan “Trilogi” perjuangannya yaitu: - National Geest = Kesadaran Berbangsa - National Will = Kemauan Berbangsa - National Daad = Tindakan berbangsa.

17 APRIL 1931 Bung Karno menyampaikan pledoinya di hadapan Pengadilan Kolonial Belanda setelah mengalami 19 kali persidangan selama 4 bulan. Pembelaan tersebut tetap tidak bisa membebaskan dan segala tuntutan, maka hakim Kolonial menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara di Banceuy dan kemudian dipindahkan ke penjara Sukamiskin Bandung. Pledoi Bung Karno kemudian dibukukan dalam “Indonesia Menggugat”.

MARET 1932 Bung Karno menulis nsalah Mencapai Indonesia Merdeka” di Pengalengan selatan Kota Bandung dalam majalah Fikiran Rakyat.

1 AGUSTUS 1933 Bung Karno ditangkap oleh Polisi Kolonial Belanda di rumah Moh. Husni Thamrin di Jakarta dan dijebloskan dalam penjara Sukamiskin selama 4 bulan. 17 FEBRUARI 1934 Bung Karno dibuang ke Ende, di Pulau Flores selama 4 tahun didampingi Ibu Inggit Garnasih dan putri angkat Ratna Djuwani serta Ibu Amsi (mertua), berangkat dengan Kapal “Van Reibeeck”. Di tanah pembuangan Ende-Flores selama 4 tahun ini, Bung Karno banyak menulis artikel tentang Islam yang ditujukan kepada A. Hasan, guru ‘Persatuan Islam” di Bandung. Kemudian sebanyak 12 surat tersebut diterbitkan dengan judul “Surat-Surat Islam dari Ende”.

14 FEBRUARI 1938 Berdasarkan besluit Pemerintah Kolonial Belanda tertanggal 14 Februari 1938, pembuangan Bung Karno dipindah ke Bengkulu. Sesampai di Bengkulu. Bung Karno menjadi Ketua Pengajaran Muhamadiyah Daerah Bengkulu.

9 JULI 1942 Ketika ada tanda-tanda Jepang mendarat, rencananya Bung Karno akan dilarikan ke Padang, kemudian dibawa lagi ke Australia oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Setelah Jepang mendarat dan berhasil merebut Bung Karno, maka dikembalikan ke Jakarta tanggal 9 Juli 1942. Maka berakhirlah masa pembuangan Bung Karno oleh Pemerintah Kolonial Belanda.

9 MARET 1943 Bung Karno bersama Bung Hatta, Ki Hajar Dewantoro dan KH Mas Mansur memimpin Pusat Tenaga Rakyat (Putera) sebagai sarana taktis untuk menyusun tenaga dan kekuatan rakyat terlatih dalam merebut Kemerdekaan dari Jepang.

JUNI 1943 Bung Karno menikah dengan Fatmawati.

I JUNI 1945 Bung Karno berpidato dalam Sidang Dokuritsu Zyunbi Tjoosakai atau Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) di gedung Pejambon Jakarta. Dalam pidato tersebut, Bung Karno mengemukakan gagasan Philosofiche Gronslaag yang digali dan sosio cultural bangsa sendiri sebagat dasar Indonesia Merdeka, Sejak itu pula Bung Karno dikenal sebagai Penggali Pancasila.

8 JUNI 1945 Bung Karno dipilih sebagai Ketua Dokuritsu Zyunbi Iinkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Atas kewenangannya itu Bung Karno merubah anggota PPKI dan 21 orang menjadi 27 orang dengan maksud untuk ingin mengubah lembaga buatan Jepang menjadi lembaga bersifat Nasional yang mencerminkan perwakilan nusantara.

10 JULI 1945 Bung Karno memimpin sidang panitia kecil BPUPKI ke II bertempat di rumah Bung Karno untuk menyusun Konstitusi Negara Indonesia yang kemudian dikenal dengan nama Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945).

15 AGUSTUS 1945 Bung Karno dan Bung Hatta diculik oleh para pemuda yang dipimpin oleh Chaerul Saleh dan Adam Malik, dan dilarikan ke Rengasdengklok untuk didesak segera memproklamasikan Kemerdekaan Indonesta saat itu juga. Setelah terjadi perdebatan yang cukup menegangkan dan berakhir dengan persesuaian pendapat, maka Bung Karno dan Bung Hatta dikembalikan ke Jakarta.

17 AGUSTUS 1945 Bung Karno dan Bung Hatta mewakili seiuruh rakyat Indonesia memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia tepat hari Jumat Legi pukul 10.00 WIB di Gedung Pegangsaan Timur 56 Jakarta dan disiarkan melalui Kantor Besar Radio Domei. Bendera Merah Putih yang dijahit oleh Ibu Fatmawati berkibar diiringi lagu “Indonesia Raya”. Sejak hari itu Bung Karno dan Bung Hatta disebut sebagai “Proklamator Kemerdekaan Indonesia “. 18 AGUSTUS 1945 PPKI mengangkat Bung Karno dan Bung Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden (berdasarkan Aturan Peralihan, pasal 3 UUD 1945) dan dalam melaksanakan jabatannya dibantu oleh Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP).

5 OKTOBER 1945 Dekrit Presiden untuk membentuk angkatan perang. Maka pemerintah menugaskan kepada Mayor Urip Sumohardjo untuk membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) serta mengangkat Sodanco Supriyadi sebagai Menteri Keamanan Rakyat, namun tidak pernah hadir dan tidak diketahui keberadaannya.

4 JANUARI 1946 Pada akhir Desember 1945, tentara Belanda memasuki Jakarta, maka Bung Karno dan Bung Hatta secara rahasia berangkat dari Jakarta ke Jogjakarta dengan naik kereta pada malam hari (belakang rumah Bung Karno ada rel kereta api) dengan dasar pertimbangan bahwa resiko mempertahankan pusat pemerintahan terlalu besar, maka diputuskan pusat pemerintahan dipindah ke Jogjakarta. 18 SEPTEMBER 1948 Pemberontakan PKI meletus di Madiun dibawah pimpinan Muso yang ingin mendirikan Pemerintahan Komunis Sovyet di Indonesia, maka Bung Karno menyerukan kepada masyarakat melalui radio untuk memilih pemimpinnya “Soekarno — Hatta atau Muso dan PKI-nya”. Akhirnya rakyat menjatuhkan pilihannya kepada Soekarno — Hatta. Selanjutnya pada bulan Oktober 1948 Divisi Siliwangi di bawah pimpinan AH Nasution berhasil memadamkan pemberontakan dan Muso mati dalam pertempuran kecil.

19 DESEMBER 1948 Agresi Militer Belanda ke II, Jogjakarta diduduki Belanda.

22 Desember 1948 pukul 07.00, Kolonel Van Langen menangkap Bung Karno, H. Agus Salim dan Sutan Syahril dibawa ke Medan. sedangkan Bung Hatta, Mr. Moh. Roem, Mr. All Sastro Amijoyo, Mr Gafar Pringgodikdo, Mr. Assaat dan Komodor Suria Darma dilarikan ke Bangka. Dalam perjalanan dari Istana Jogjakarta sampai ke Prapat (Sumatera Utara), Bung Karno mengalami tiga kali usaha pembunuhan terhadap dirinya, yaitu: • Menurut pengakuan Kapten Vosfeiet, sopir Jeep yang diperintah oleh Jenderal Spoor, Panglima Besar tentara Belanda: “DaIam perjalanan dan Istana menuju Maguwo, Bung Karno dinaikkan jeep terbuka. tanpa borgol dan berjalan pelan”, dimaksudkan agar Bung Karno punya kesempatan melarikan diri dan akan ditembak mati. “ • Menurut pengakuan Mr Yoseph Marie Antoim Habert Luns, mantan Menten Luar Negeni Belanda dan Sekjen NATO: “Dalam perjalanan udara dari Maguwo ke Medan, Bung Karno akan dibunuh dengan cara dilemparkan dari kapal udara • Kesaksian juru masak (perempuan) para tawanan Brastagi mendapat perintah dari opsir bahwa besok pagi tidak perlu memasak untuk para tawanan, sebab besok pagi Bung Karno dan teman-temannya akan menjalani eksekusi tembak mati. Karena Belanda menganggap bahwa untuk menghancurkan Republik Indonesia harus melenyapkan Soekarno lebih dahulu. Malam harinya rakyat Brastagi menyusun gerilya untuk membebaskan Bung Karno, tapi upaya tersebut sudah diketahui oleh tentara Belanda, maka Bung Karno dibawa lari oleh Algojo Belanda menuju Prapat.

6 JULI 1949 Bung Karno dan pemimpin lainnya dikembalikan oleh Belanda ke Jogjakarta setelah melalui perjanjian ‘Roem — Royen Statements’

28 DESEMBER 1949 Bung Karno bersama rombongan kembali ke Jakarta dengan 2 pesawat Dakota (yang salah satunya merupakan sumbangan rakyat Aceh), mendarat di Kemayoran sekitar pukul 11.30 WIB. dengan diiringi bendera asli proklamasi. Rombongan menuju Istana Negara dan mulai saat itu Ibu Kota kembali ke Jakarta.

7 JULI 1953 Bung Karno menikah dengan Ibu Hartini.

18 APRIL 1955 Bung Karno menyampaikan pidato pembukaan Konferensi Asia Afrika ke I di Bandung dengan judul Asia Baru dan Afrika Baru”.

JULI 1955 Bung Karno naik Haji ke Tanah Suci.

21 FEBRUARI 1957 Pidato Presiden di Istana Negara tentang Konsepsi yang menolak demokrasi liberal karena melahirkan tirani minoritas dan mayoritas, yang dikehendaki adalah demokrasi terpimpin oleh nilai-nilai yang berakar pada masyarakat Indonesia. Ekses dan sikap politik tersebut, dan kelompok reaksioner mengadakan upaya pembunuhan terhadap Bung Karno dengan cara penembakan di Hari Raya Idul Adha dan geranat meledak di Cikini.

30 SEPTEMBER 1960 Bung Karno pidato di depan Sidang Umum PBB di New York — Amerika Serikat dalam judul “To Build The World A New” yang menawarkan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar piagam PBB.

19 DESEMBER 1961 Presiden Soekarno memberikan Komando Pembebasan lrian Barat yang dikenal dengan nama “Tri Komando Rakyat” (Trikora) pada rapat umum di Jogjakarta yang berisikan: 1. Gagalkan pembentukan Negara “Papua” bikinan Kolonial Belanda. 2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat 3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum. Atas komando tersebut, wilayah Irian Barat yang mempunyai luas beberapa kali Pulau Jawa dalam waktu 1 tahun, 4 bulan, 13 hari sudah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.

3 MARET 1962 Menikah dengan Ratna Sari Dewi, (Naoko Nemoto).

3 MEI 1964 Komando Dwi Kora.

11 MARET 1966 Presiden Soekarno memberikan perintah (Supersemar) kepada menteri/Panglima Angkatan Darat Letnan Jendral Soeharto untuk: 1. Mengambil segera tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan kewibawaan pimpinan, Presiden /Panglima Tertinggi /Pimpinan Besar Revolusi /Mandataris MPR, untuk keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi. 2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan pemerintah dengan Panglima Angkatan lainnya dengan sebaik-baiknya. 3. Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung jawab seperti tersebut di atas.

7 MARET 1967 Kekuasaan Pemerintahan Bung Karno dipreteli oleh Tap. MPRS No. XXXIII / MPRS / 1967, secara hukum TAP tersebut mempunyat kelemahan yang serius, karena seseorang yang belum atau ttdak terbukti kesalahannya tetapi hak-haknya dicabut dan tidak dikembalikan. Ironis, seorang Bapak yang menghabiskan waktunya dan mempertaruhkan seluruh hidupnya bagi kemerdekaan bangsanya, harus mengakhiri hidupnya di Tahanan Negara oleh bangsanya sendiri.

21 JUNI 1970 Han Minggu Pahing pukul 19.00 Bung Karno menghembuskan nafasnya yang terakhir di RS Gatot Subroto, setelah sekian lama mendenita sakit dan dikarantina di Wisma Yaso. “Innalillahi Wainna Illaihi Roji’un”. Telah pulang Bapak Bangsa Indonesia ke Rahmatullah dan kini tugas kita semua menjaga negeri ini selama-lamanya.

Nama Soekarno mempunyai magnet yang besar, pidato – pidatonya begitu menggelegar dan menggelorakan semangat nasionalisme dan kini para soekarnois masih mempercayai bahwa bung karno yang kharismatik adalah pemimpin besar yang tak akan pernah tergantikan, benarkah ???

Bung Karno sebagai Icon Nasionalis tidak perlu diragukan lagi, dari barat hingga ke timur negeri ini seolah meng-amini namun sisi lain bung karno sebagai sosok guru bangsa yang juga memiliki sisi - sisi islamis tentu tak banyak orang yang mengetahuinya terlebih di masa kepemimpinannya diwarnai dengan benturan – benturan politik dengan kalangan islamis dan polemik yang menajam seputar dasar negara dengan tokoh paling terkemuka kalangan Islam saat itu, Mr. Mohammad Natsir. Perlu untuk digarisbawahi bahwa kecintaan kalangan Islam kepada bung karno diekspresikan dengan sikap kritis dan upaya – upaya koreksi atas sikap dan langkah politik bung karno bukan dengan sikap selalu manis apalagi meng-kultuskan-nya, sebuah sikap yang dianggap oleh sebagian kalangan soekarnois sebagai sikap kontra revolusioner, padahal sepanjang sejarah kekuatan politik Islam yang dipresentasikan oleh Masyumi justru senantiasa bersikap sebagai kekuatan penyeimbang (oposisi) yang senantiasa “loyal”, pengkhianatan itu akhirnya justru datang dari Partai Komunis Indonesia (PKI) koalisi strategis pemerintah bung karno yang tergabung dalam Nasakom yang selalu berusaha mentahbiskan dirinya sebagai kekuatan yang proggresive revolusioner.

Nama Bung Karno yang dikenal sebagai Putra Sang Fajar tidak bisa dilepaskan dari tokoh – tokoh Pergerakan Islam yang Istiqomah berjuang demi cita – cita besar Kemerdekaan Indonesia, pemuda Soekarno pernah mondok di rumah tokoh Haji Oemar Said Cokroaminoto, tokoh terkemuka Sjarikat Islam, selain belajar filsafat dan pemikiran Islam pemuda soekarno juga belajar tentang pergerakan kepada orang yang tepat, bung karno sangat menikmati ceramah dan orasi cokroaminoto yang penuh energi perjuangan meski berada dalam pengawasan pihak belanda, gaya orasi sang guru turut membentuk gaya kepemimpinan bung karno dengan ciri khas pidato – pidatonya yang lantang dan berapi – api, Islamisme Cokroaminoto yang dijuluki oleh belanda sebagai “raja jawa tanpa mahkota” sedikit banyak terserap oleh pemuda soekarno, meski bung karno akhirnya memilih jalannya sendiri dengan hijrah ke Bandung dan kemudian mendirikan Partai Nasionalis Indonesia.

Tatkala berada dalam pengasingan belanda bung karno senantiasa berkorespondesi dengan Kyai Haji Mas Mansur, tokoh pergerakan dan ulama berpengaruh asal Surabaya yang dekat dengan kalangan NU, kelak KH Mas Mansur dipercaya menjadi Pengurus Besar Pesyarikatan Muhammadiyah dan pada masa pendudukan jepang mendirikan Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) dan terlibat dalam perjuangan bersama Bung Karno dalam Empat Serangkai.

Dengan Mas Mansur Bung Karno sering bertukar pikiran tentang Dinamika Islam dan langkah – langkah untuk me-mudakan pengertian Islam, beliau mengutarakan ketidaksetujuannya dengan sikap taklid bahkan secara tegas mengkritisi tentang “hijab” atau pembatas antara jamaah pria dan jamaah wanita, dan banyak kegelisahan – kegelisahan bung karno tentang permasalahan keislaman yang kesemuanya itu menunjukkan semangat dan harapan seorang soekarno agar Syiar Islam tidak jalan ditempat.

Selain dengan KH Mas Mansur, Bung Karno juga seringkali berkirim surat kepada Tuanku A. Hassan, Tokoh Islam Pendiri Persis di Bandung, Dalam Buku “Di Bawah Bendera Revolusi” surat – surat itu turut didokumentasikan, Bung Karno tidak segan - segan meminta “dikirimi” Literatur Islam tatkala berada dalam pengasingan.

Disisi lain Fatmawati, Isteri Bung Karno dikenal sangat agamis, dalam sebuah catatan terungkap bahwa pada saat rapat raksasa di Lapangan Ikada yang kini dikenal sebagai Gelora Bung Karno, fatmawati mengumandangkan ayat – ayat suci Al Qur’an। Latar belakang Fatmawati yang Agamis dinilai juga membawa pengaruh yang besar terhadap karir politik dan perjalanan hidup bung karno hingga akhir hayatnya.