Sabtu, 19 Juli 2008

tracert

Analisa Jaringan menggunakan Traceroute, Ping dan Looking Glass

Terkadang pengguna Internet mengalami kendala dalam mengakses situs-situs tertentu, sebenarnya untuk mengatasi permasalahan ini sudah tersedia aplikasi pembantu atau tools yang secara standar disediakan oleh sistem operasi misal aplikasi: traceroute dan ping.

Untuk melakukan traceroute ke www.yahoo.com menggunakan Ms. Windows

C:\Documents and Settings\Harijanto>tracert www.yahoo.com

Tracing route to www.yahoo-ht3.akadns.net [209.131.36.158]
over a maximum of 30 hops:

1 <1 ms <1 ms <1 ms kantorjakarta.datautama.net.id [192.168.2.1]
2 <1 ms <1 ms <1 ms ip-24-65.datautama.net.id [203.89.24.65]
3 3 ms 4 ms 4 ms ip-26-1.datautama.net.id [203.89.26.1]
4 3 ms 4 ms 3 ms 124.81.70.241
5 7 ms 3 ms 5 ms 219.83.41.249
6 7 ms 13 ms 6 ms ge-0-1-0.gw-01.jkt.indosat.net.id [202.155.27.29
]
7 5 ms 3 ms 6 ms ge-0-2-0.distri-04.jkt.ipbb.indosat.net.id [202.
155.137.17]
8 * 26 ms 8 ms 202.155.7.246
9 67 ms 66 ms 68 ms unknown.net.reach.com [134.159.161.157]
10 68 ms 66 ms 67 ms static.net.reach.com [202.84.153.233]
11 225 ms 227 ms 226 ms unknown.net.reach.com [202.84.141.254]
12 234 ms 233 ms 237 ms i-0-0.paix-core02.net.reach.com [202.84.143.62]

13 242 ms 232 ms 249 ms static.net.reach.com [202.84.251.66]
14 238 ms 235 ms 231 ms yahoo.paix05.net.reach.com [134.159.63.22]
15 224 ms 236 ms 231 ms g-1-0-0-p141.msr1.sp1.yahoo.com [216.115.107.55]

16 231 ms 233 ms 233 ms te-9-1.bas-a1.sp1.yahoo.com [209.131.32.21]
17 221 ms 226 ms 226 ms f1.www.vip.sp1.yahoo.com [209.131.36.158]

Trace complete.

dalam contoh diatas hasil traceroute bisa mencapai 209.131.36.158 yang merupakan salah satu ip server yahoo.com, dari hasil traceroute tersebut bisa dilihat kemana saja rute dari komputer saya ke www.yahoo.com jadi kalau setelah hop ke 4 ternyata rute bermasalah maka permasalahan bukan terjadi pada segment jaringan DatautamaNet tetapi pada upstream kami dan Support harus berkoordinasi dengan upstream tersebut.

Untuk melakukan traceroute ke www.ragnarok.co.id menggunakan Ms. Windows

C:\Documents and Settings\Harijanto>tracert www.ragnarok.co.id

Tracing route to www.ragnarok.co.id [202.43.161.117]
over a maximum of 30 hops:

1 <1 ms <1 ms <1 ms kantorjakarta.datautama.net.id [192.168.2.1]
2 <1 ms <1 ms <1 ms ip-26-65.datautama.net.id [203.89.26.65]
3 6 ms 5 ms 7 ms ip-24-173.datautama.net.id [203.89.24.173]
4 3 ms 7 ms 7 ms dtp.openixp.net [218.100.27.174]
5 7 ms 3 ms 5 ms trunk-dtpnoc.dtp.net.id [202.78.192.157]
6 43 ms 3 ms 5 ms ip-161-117.dtp.net.id [202.43.161.117]

Trace complete.



Bisa dilihat dari komputer saya ke www.ragnarok.co.id melalui openixp dan berujung pada dtp.net.id, sehingga kalau ada permasalahan setelah hop ke 4 Support harus berkoordinasi dengan pihak dtp.net.id tetapi jika permasalahan pada dibawah hop ke 3 berarti terjadi permasalahan di jaringan internal DatautamaNet. setelah bisa di traceroute coba juga menggunakan aplikasi "PING" atau "PATHPING"


Untuk ping dan pathping ke www.ragnarok.co.id caranya

C:\Documents and Settings\Harijanto>ping www.ragnarok.co.id

Pinging www.ragnarok.co.id [202.43.161.117] with 32 bytes of data:

Reply from 202.43.161.117: bytes=32 time=34ms TTL=124
Reply from 202.43.161.117: bytes=32 time=9ms TTL=124
Reply from 202.43.161.117: bytes=32 time=6ms TTL=124
Reply from 202.43.161.117: bytes=32 time=12ms TTL=124

Ping statistics for 202.43.161.117:
Packets: Sent = 4, Received = 4, Lost = 0 (0% loss),
Approximate round trip times in milli-seconds:
Minimum = 6ms, Maximum = 34ms, Average = 15ms

C:\Documents and Settings\Harijanto>pathping www.ragnarok.co.id

Tracing route to www.ragnarok.co.id [202.43.161.117]
over a maximum of 30 hops:
0 presario [192.168.2.10]
1 kantorjakarta.datautama.net.id [192.168.2.1]
2 ip-26-65.datautama.net.id [203.89.26.65]
3 ip-24-173.datautama.net.id [203.89.24.173]
4 dtp.openixp.net [218.100.27.174]
5 trunk-dtpnoc.dtp.net.id [202.78.192.157]
6 ip-161-117.dtp.net.id [202.43.161.117]

Computing statistics for 150 seconds...
Source to Here This Node/Link
Hop RTT Lost/Sent = Pct Lost/Sent = Pct Address
0 presario [192.168.2.10]
0/ 100 = 0% |
1 0ms 0/ 100 = 0% 0/ 100 = 0% kantorjakarta.datautama.net.id [19
2.168.2.1]
0/ 100 = 0% |
2 5ms 1/ 100 = 1% 1/ 100 = 1% ip-26-65.datautama.net.id [203.89.
26.65]
0/ 100 = 0% |
3 19ms 0/ 100 = 0% 0/ 100 = 0% ip-24-173.datautama.net.id [203.89
.24.173]
0/ 100 = 0% |
4 --- 100/ 100 =100% 100/ 100 =100% dtp.openixp.net [218.100.27.174]
0/ 100 = 0% |
5 9ms 0/ 100 = 0% 0/ 100 = 0% trunk-dtpnoc.dtp.net.id [202.78.19
2.157]
0/ 100 = 0% |
6 14ms 0/ 100 = 0% 0/ 100 = 0% ip-161-117.dtp.net.id [202.43.161.
117]

Trace complete.



Dari ping dan patping bisa didapat informasi percent packet loss dan latency dari masing-masing hop yang ada.

Contoh-contoh diatas adalah dari dalam ke luar bagaimana kalau dari luar ke dalam?
untuk itu caranya bisa menggunakan aplikasi Looking Glass yang tersedia, untuk Looking Glass lokal bisa mengunjungi URL berikut:

sedangkan untuk Looking Glass global bisa dilihat di:

pilih salah satu Route Server yang tersedia utk analisa traceroute dari global Internet ke IP Public yang kita gunakan , contohnya:

route-server.phx1>traceroute 203.89.24.34

Type escape sequence to abort.
Tracing the route to ns1.datautama.net.id (203.89.24.34)

1 ge4-1-0-226-1000M.ar4.PHX1.gblx.net (67.17.64.89) 0 msec 4 msec 0 msec
2 so4-0-0-2488M.ar1.CLK1.gblx.net (67.17.108.110) 176 msec 180 msec 176 msec
3 * * *
4 global.hgc.com.hk (218.189.8.167) [AS 9304] 188 msec 180 msec 176 msec
5 global.hgc.com.hk (218.189.8.181) [AS 9304] 180 msec 180 msec 180 msec
6 218.189.31.38 [AS 9304] 172 msec 172 msec 172 msec
7 202.93.46.118 [AS 4761] 240 msec 240 msec 240 msec
8 * * *
9 ge-1-1-0.gw-01.jkt.indosat.net.id (202.155.137.18) [AS 4795] 428 msec 452 ms
ec 240 msec
10 202.155.27.27 [AS 4795] 240 msec 240 msec 240 msec
11 219.83.41.250 [AS 4795] 244 msec 240 msec 244 msec
12 124.81.70.242 [AS 4795] 248 msec 244 msec 248 msec
13 ns1.datautama.net.id (203.89.24.34) [AS 24521] 296 msec 248 msec 256 msec

Kamis, 17 Juli 2008

Arti Mo Limo Kata Orang Jawa

Mo Limo adalah pandangan hidup sebagian orang Jawa sejak dulu kala. Arti Mo Limo merupakan lima dosa pokok yang selalu menjadi nasihat untuk tidak dijalani. Jika ada yang melakukan satu saja dari Mo Limo itu, niscaya akan terjerumus ke dalam lubang nista. Sebab, Mo Limo adalah mabuk, main, madat, madon, dan maling, yang tidak lain lima perbuatan bejat dan tidak bermoral. Para juru dakwah, tetua, dan tokoh masyarakat senantiasa menasihatkan untuk tidak menjalani Mo Limo. Tetapi, kenyataannya kejahatan Mo Limo sudah ada sejak dulu. Bukan hanya pada masyarakat bawah, kalangan priyayi pun melakukan kejahatan ini.

Mo Limo pada dasarnya adalah keinginan yang bisa melekat pada siapa saja, kaya atau miskin, pintar atau bodoh. Itulah yang diangkat pada pameran seni foto dari 17 fotografer yang ada di Semarang, Yogyakarta, dan Jakarta. "Empat Sehat Mo-Limo Sempurna" dijadikan tema pameran foto yang berlangsung di Bentara Budaya Yogyakarta hingga Sabtu (18/9).

Budayawan Dr. Sindhunata memberikan pengantar dalam pameran ini dengan sangat menggelitik dan kritis. Mo Limo, kata dia, seperti tumbuhan yang bisa tumbuh di mana saja. Mo Limo bukan sekadar normal moral, melainkan libido yang melekat pada siapa saja.

Dari foto-foto yang dipamerkan, tampak para fotografer memaknai Mo Limo lebih jauh dari sekadar batasan mabuk, madat, madon, main, dan maling. Rekaman foto yang ditampilkan menunjukkan Mo Limo punya dimensi yang luas, mulai dari sekadar kejahatan seks hingga kekuasaan. Eksploitasi seksualitas yang terekam dalam foto-foto itu misalnya, terlihat mulai dari para pengemudi truk hingga Miss Universe 2004, Jennifer Hawkins, yang "memamerkan" (maaf) buah dadanya.

Madon, jika diartikan vulgar, hanya mengarah pada kaum lelaki yang gemar main perempuan. Tetapi, dalam rekaman foto, pemaknaan madon adalah sebuah libido atau nafsu seks. Rekaman foto memperlihatkan kaum perempuan pun suka mengumbar buah dada, paha, dan pusarnya di muka umum, yang bisa dinikmati pedagang sayur di pasar sekalipun. Lihatlah foto Jennifers Hawkins karya Tarko Sudiarno. Si Miss Universe 2004 ini terekam saat merogoh Kunto Bimo di candi Borobudur. Jennifers mengenakan pakaian kaus ketat. Saat merogoh Kunto Bimo itu, buah dada Jennifers yang indah tampak menonjol.

Secara ringkas, para fotografer itu berusaha menggugat kemapanan atas definisi madon, bahkan semua definisi Mo Limo. Libido Mo Limo juga terlihat pada adu permainan dadu dan meramal nomor buntut. Namun, dalam khazanah politik, khususnya menjelang pemilihan presiden 2004 ini, Mo Limo juga merambah ke sana dengan cara plesetan. Lihat saja di banyak tempat tertempel tulisan "Ma Lima" dengan singkatan madep mantep milih Mega-Muzadi.

Fakta
Maling adalah sebuah perbuatan nista. Tetapi, maling adalah sebuah libido yang melekat pada siapa saja. Bukan hanya libido milik kaum pijak peranakan, melainkan juga milik kaum terpelajar, golongan kaya, bahkan penjabat negara. Pencurian kayu secara besar-besaran seperti yang terekam dalam pemeran foto itu menunjukkan tak mungkin pencurian hanya dilakukan oleh rakyat miskin.

Mabuk dalam arti sempit tentu disebabkan oleh alkohol yang ditenggak oleh seseorang. Tetapi, para fotografer itu sekali lagi memperluas definisi mabuk itu. Mereka yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekuasaan masuk kategori pelanggar Mo Limo. Maka, tak heran orang nekat memalsukan ijazah untuk bisa berkuasa.

Gambar-gambar yang dipamerkan dalam pameran ini memperlihatkan bahwa Mo Limo adalah realitas yang selalu ada. Perjudian nasib negara dengan memilih salah satu calon presiden, tentu bisa diartikan sebagai bagian dari Mo Limo. Celakanya, kalau penegak KUHP dan pemimpin memberi contoh melaksanakan praktek itu, bagaimana Mo Limo bisa diberantas? Entahlah.

Yang pasti, pameran foto ini merupakan sebuah rangkaian peringatan ulang tahun Bentara Budaya Yogyakarta ke-22. Kemudian, pada Selasa (21/9) pekan depan, akan dipamerkan karya seni rupa para seniman Yogyakarta, seperti Djoko Pekik dan Nasirun. Puncak ulang tahun Bentara Budaya akan diwarnai dengan pertunjukan ketoprak interaktif dengan lakon Marwoto Dadi Ratu. Tokoh pelawak Marwoto akan tampil pada acara tersebut sebagai pemeran utama

JANGAN SEMBRONO

JANGAN SEMBRONO DI DALAM MENG-HAJR SAUDARAMU

Oleh : Al-Ustâdz Abu ‘Abdil Muhsin, Lc.

[Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Islam Madinah]

Sungguh, Allah benar-benar telah memberi kenikmatan kepada kaum muslimin dengan menjadikan mereka bersaudara. Allah berfirman:

﴿فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتٌمْ عَلَى شَفَى حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا﴾

“Lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara, dan kalian dahulu berada di tepi jurang neraka lalu Allah menyelamatkan kalian darinya. * (Ali ‘Imran: 103)

Catatan * : Wahai saudaraku, coba kita renungkan kembali, siapa kita pada tahun-tahun yang silam. Tatkala kita belum mengenal namanya “ngaji”. Saat itu kita masih berpesta di atas dosa, tersesat dalam belantara maksiat dan terombang ambing di lautan bid’ah. Alhamdulillah, Allah kemudian menyelamatkan kita, sehingga kita berkumpul dan bersaudara di atas tujuan yang satu, yaitu beribadah kepada-Nya semata. Ini merupakan karunia yang tiada tara. Maka apakah layak jika kemudian kita saling menggunjing, saling menjatuhkan, saling memutuskan hubungan, saling hajr, hanya karena perkara ijtihadiyyah yang masih diperselisihkan oleh para ulama Ahlus Sunnah?! Apakah kita hendak membuang nikmat Allah yang sangat agung itu hanya karena perkara dunia atau permasalahan-permasalahan yang seharusnya kita bisa saling memahami?! Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang benar-benar merasakan nikmat persaudaraan, lalu bersyukur dan terus menjaga nikmat tersebut. Semoga Allah menyelamatkan kita semua dari tipu daya setan yang menghendaki perpecahan pada barisan Ahlus Sunnah.

Dalam menafsirkan lafazh: بِنِعْمَتِهِ (karena nikmat-Nya), sebagian ulama berkata, “Ini adalah peringatan bahwasanya terjalinnya tali persaudaraan dan terjalinnya cinta kasih di antara kaum mukminin hanyalah disebabkan karunia Allah semata, sebagaimana dijelaskan dalam ayat lain:

﴿لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِيْ الْأَرْضِ جَمِيْعًا مَا أَلَّفْت بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَلَكِنَّ اللهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ﴾

Walaupun engkau membelanjakan semua (kekayaan) yang ada di bumi niscaya engkau tidak bisa mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah-lah yang telah mempersatukan hati mereka” (Al-Anfal: 63)

Maka yang menjadikan hati-hati manusia bersatu dalam ibadah kepada Allah, sekaligus saling mencintai, padahal mereka berasal dari berbagai penjuru dunia, dari ras yang beraneka ragam, serta dari martabat yang bertingkat-tingkat, hanyalah Allah semata, dengan nikmat-Nya yang tiada bandingnya. Ini adalah nikmat yang selayaknya seorang muslim bergembira dengannya. Allah berfirman:

﴿قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ﴾

“Katakanlah: ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya’, hendaknya dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat Allah itu lebih baik dari yang mereka kumpulkan” (Yunus: 58) [Lihat penjelasan Syaikh Shalih Alu Syaikh dalam ceramah beliau yang berjudul Huquuq al-Ukhuwwah]

Seorang muslim harus menyadari bahwa persaudaraan dan persatuan di antara sesama mukminin merupakan suatu nimat yang sangat agung dari Allah semata. Maka hendaknya senantiasa dijaga dan dipelihara.

Janganlah seorang mukmin menganggap remeh kenikmatan ini. Janganlah ia menganggap bahwa mencapai persatuan dan persaudaraan merupakan perkara yang mudah. Janganlah ia menyangka bahwa tersenyumnya seorang muslim kepada muslim lainnya tatkala bersua adalah perkara yang mudah. Sebab sekiranya Allah tidak menyatukan hati mereka maka yang terjadi adalah raut masam, sikap saling membenci dan menjatuhkan.

‘Abdah bin Abi Lubabah berkata, “Aku bertemu dengan Mujahid. Lalu dia menjabat tanganku, seraya berkata, ‘Jika dua orang yang saling mencintai karena Allah bertemu, lalu salah satunya mengambil tangan kawannya sambil tersenyum kepadanya, maka gugurlah dosa-dosa mereka sebagaimana gugurnya dedaunan’.”

‘Abdah melanjutkan ceritanya, “Maka aku pun berkata, ‘Ini adalah perkara yang mudah.’ Mujahid lantas menegur, seraya berkata: “Janganlah kau berkata demikian, karena Allah berfirman:

﴿لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِيْ الْأَرْضِ جَمِيْعًا مَا أَلَّفْت بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَلَكِنَّ اللهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ﴾

“Walaupun engkau membelanjakan semua (kekayaan) yang ada di bumi niscaya engkau tidak bisa mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allahlah yang telah mempersatukan hati mereka” (Al-Anfal: 63)

Lanjut ‘Abdah, “Aku pun mengakui bahwa Mujahid memiliki pemahaman yang lebih baik dibandingkan aku.” [Tafsir At-Thabari (X/36), Hilyatul Awliyaa` (III/297). Diriwayatkan juga dari Abu Lubabah, dari Mujahid, dari Ibnu 'Abbas, dari Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam dengan sanad yang marfu’, dalam Taariikh Waasith, pada biografi 'Abdullah bin Sufyan al-Wasithi (I/178), dengan kisah yang sama, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani karena beberapa syahid-nya. Lihat as-Shahiihah (V/10) hadits (2004).]

Persatuan dan persaudaraan merupakan karunia yang sangat besar dari Allah kepada para hamba-Nya. Oleh karena itu kita dapati bahwasanya syari’at sangat menjaga nilai persatuan, sekaligus berusaha mewujudkan persatuan dan persaudaraan dengan berbagai macam cara. Bahkan sampai dalam perkara-perkara yang dianggap ringan dan sepele.

Diantaranya adalah disyari’atkannya mengangkat amir (pemimpin) tatkala safar (melakukan perjalanan) untuk menghindari timbulnya silang pendapat. Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam bersabda,

إِذَا خَرَجَ ثَلاَثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوْا أَحَدَهُمْ

Jika tiga orang keluar untuk melakukan safar maka hendaknya mereka mengangkat salah satu dari mereka sebagai amir (pimpinan).” [HR Abu Dawud III/36 no 2608, dihasankan oleh Syaikh al-Albani. Lihat as-Shahiihah (III/314) no (1322)]

Dengan adanya pemimpin dalam safar maka semua permasalahan yang timbul dalam safar dapat terselesaikan dengan baik. [Lihat perkataan Syaikh Salim al-Hilali dalam Bahjatun Naazhiriin (II/201).] Tidak adanya amir akan memudahkan munculnya perselisihan, terlebih lagi jika para musafir tersebut banyak jumlahnya.

Begitu juga mengucapkan dan menyebarkan salam. Nabi Shallallahu ‘alahi wa Sallam bersabda,

لاَتَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوْا أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوْا السَّلامَ بَيْنَكُمْ

“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman. Dan tidaklah kalian beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukan kepada kalian suatu amalan yang jika kalian melakukannya maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” [HR Muslim (I/74) no (54) dan at-Tirmidzi (IV/274) no (1833).]

Demikian pula dengan senyum kepada sesama saudara. Nabi Shallallahu ‘alahi wa Sallam bersabda,

لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوْفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلِقٍ

Janganlah engkau meremehkan sedikit pun kebaikan meskipun hanya sekedar jika engkau bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang cerah.” [HR Muslim (IV/2026) no (2626), Abu Dawud (IV/350) no (5193), dan at-Tirmidzi (V/52) no (2688).]

Begitu juga dengan disyari’atkannya menjenguk orang sakit, menjawab salam, membalas orang yang mengucapkan hamdalah (alhamdulillah) tatkala bersin, dan demikian banyaknya perkara-perkara yang disyari’atkan demi menjalin persatauan dan persaudaraan.

Sebaliknya, syari’at juga mengharamkan segala perkara yang mengantarkan kepada perpecahan dan perselisihan.

Diantaranya adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alahi wa Sallam:

وَلاَ يَبِيْعُ الرَّجُلُ عَلَى بَيْعِ أَخِيْهِ وَلاَ يَخْطِبُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ

Janganlah seseorang membeli di atas pembelian saudaranya. Dan janganlah ia meminang (seorang wanita) di atas pinangan saudaranya.” [HR Al-Bukhari (II/752) no (2033); (II/970) no (2574) dan Muslim (II/1032) no (1412).]

Kedua perkara di atas tidaklah diharamkan melainkan karena menimbulkan permusuhan, sekaligus merusak persaudaraan dan persatuan di antara kaum mukminin.

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam juga bersabda,

إِذَا كُنْتُمْ ثَلاَثَةً فَلاَ يَتَنَاجَى اثْنَانِ دُوْنَ صَاحِبِهِمَا فَإِنَّ ذَلِكَ يَحْزُنُهُ

Jika kalian berjumlah tiga orang maka janganlah dua dari kalian melakukan najwa (berbicara sambil berbisik) tanpa mengajak orang ketiga, karena hal itu akan membuatnya sedih (gundah). * [HR Muslim (IV/1718) no (2184).]

Catatan : Imam al-Qurthubi rahimahullahu berkata, “Timbul dalam hati orang ketiga sesuatu yang membuatnya sedih karena najwa tersebut. Hal ini menyebabkan ia menyangka dalam hati bahwa najwa tersebut menyebutkan tentang dirinya dengan perkara yang tidak disukainya, atau ia menyangka bahwa para sahabatnya yang melakukan najwa memandangnya tidak layak untuk ikut dalam pembicaraan rahasia mereka, dan perasaan-perasaan lainnya yang merupakan lemparan-lemparan setan serta bisikan-bisikan hati. Semua terjadi jika ia bersendirian, (sementara kedua sahabatnya berbicara sambil berbisik). Adapun jika ada orang lain yang bersamanya (menemaninya), maka hal-hal tersebut tidak timbul dalam hati. Oleh karena itu, (hukumnya) sama saja, berapa pun jumlah orang-orang yang bernajwa. Maka janganlah empat orang melakukan najwa tanpa menyertakan salah seorang dari mereka, jangan pula sepuluh orang (melakukan najwa) tanpa menyertakan salah seorang dari mereka. Tidak juga seribu orang. Karena penyebab larangan tersebut tetap ada pada diri orang yang diikutkan dalam najwa (yaitu membuatnya gundah). Bahkan kemungkinan kegundahan jauh lebih besar jika yang melakukan najwa berjumlah banyak, sehingga tingkat pengharamannya menjadi lebih. Dalam hadits ini hanya disebutkan tiga orang, karena itulah jumlah terkecil yang memungkinkan terjadinya najwa. Lihat Tafsir al-Qurthubi (XVII/295).

Allah berfirman,

}إِنَّمَا النَّجْوَى مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا{ (المجادلة : 10 )

“Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari setan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita.” (QS. 58:10)

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam bersabda,

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوْا وَلاَ تَجَسَّسُوْا وَلاَ تَحَاسَدُوْا وَلاَ تَدَابَرُوْا وَلاَ تَبَاغَضُوْا وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانَا

Waspadalah kalian dari (1) prasangka, karena prasangka adalah perkataan yang paling dusta, dan janganlah (2) ber-tahassus (mencari-cari kesalahan saudaranya melalui perantaraan kabar), (3) ber-tajassus (mencari-cari kesalahan saudaranya dengan mengamati gerak-geriknya), (4) saling hasad, (5) saling membelakangi, serta (6) saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara.” [HR. Al-Bukhari (V/2253) no (5717).]

Perhatikanlah, keenam perkara di atas diharamkan karena merusak tali persaudaraan dan persatuan. Karena itulah di akhir hadits Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam memerintahkan untuk saling bersaudara. Dan masih sangat banyak lagi hal-hal yang diharamkan demi menjaga persatuan dan persaudaraan di antara kaum muslimin; seperti ghibah**, namimah (adu domba), dan lain sebagainya.

Catatan ** : Di mana Allah menyerupakan pelakunya dengan memakan mayat saudaranya. Ini jelas menunjukan bahwa ghibah merupakan dosa besar. Di antara hikmah diharamkan ghibah adalah menimbulkan perpecahan antara pelaku ghibah dengan objek ghibah. Terlebih lagi jika objek ghibah mengetahui hal tersebut.

Oleh sebab itu syari’at memberi ganjaran yang sangat besar bagi orang yang berusaha menyatukan kaum muslimin yang sedang bersengketa.

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam berkata kepada Abu Ayyub,

أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى عَمَلٍ يَرْضَاهُ اللهُّ عَزَّ وَجَلَّ أَصْلِحْ بَيْنَ النَّاسِ إِذَا تَفَاسَدُوْا وَحَبِّبْ بَيْنَهُمْ إِذَا تَبَاغَضُوْا

Maukah aku tunjukan kepadamu sebuah amalan yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya? Perbaikilah (hubungan) di antara manusia jika mereka saling merusak, dan buatlah mereka saling mencintai jika mereka saling membenci.” [HR Abul Husain ash-Shaidawi dalam Mu’jam asy-Syuyuukh (I/250), at-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabiir (VIII/257) no (7999), Abu Dawud at-Thayalisi dalam Musnad-nya (I/81) no (598), al-Baihaqi dalam Syu’abul Iimaan (VII/490) no (11094). Syaikh al-Albani menghukumi hadits ini sebagai hadits hasan li ghairihi. Lihat Shahiih at-Targhiib wat Tarhiib no (2820).]

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam juga bersabda,

أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَفْضَلَ مِنْ دَرَجَةِ الصِّيَامِ وَالصَّلاَةِ وَالصَّدَقَةِ قَالُوْا بَلَى قَالَ إِصْلاَحُ ذَاتِ الْبَيْنِ وَفَسَادُ ذَاتِ الْبَيْنِ الْحَالِقَةُ

Maukah kukabarkan kepada kalian perkara yang lebih afdhal dibandingkan derajat puasa, shalat, dan sedekah?” Para sahabat menjawab, “Tentu saja.” Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam berkata, “Perbaikilah (hubungan) di antara sesama kalian. Dan rusaknya hubungan adalah pencukur.” [HR. Abu Dawud (IV/280) no (4919). Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani.]

Maksudnya adalah mencukur dan menghilangkan agama. [Lihat ‘Aunul Ma’buud (XIII/178).]

Bahkan syari’at membolehkan berdusta dalam rangka mendamaikan dua orang yang sedang bersengketa, demi terjalinnya persatuan dan persaudaraan antara sesama mukminin.

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam bersabda,

لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِيْ يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ فَيَنْمِي خَيْرا أَو يَقُوْلُ خَيْرًا

Bukanlah pendusta orang yang mendamaikan di antara manusia (yang bersengketa) atau menyampaikan kebaikan (dalam rangka mendamaikan) atau berkata baik. ”* [HR Al-Bukhari (II/958) no (2546), Muslim (IV/2011) no (2605), dan At-Tirmidzi (IV/331) no (1938).]

Catatan * : Yaitu mengabarkan kepada pihak pertama dari yang bersengketa tentang kebaikan yang dilakukan oleh pihak kedua, dan tidak menyebutkan kejelekannya. Begitu juga sebaliknya Lihat Faidhul Qodiir (V/359)

لاَ يَحِلُّ الْكَذِبُ إِلاَّ فِي ثَلاَثٍ يُحَدِّثُ الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ لِيُرْضِيَهَا وَالْكَذِبُ فِي الْحَرْبِ وَالْكَذِبُ لِيُصْلِحَ بَيْنَ النَّاسِ

Tidaklah halal dusta kecuali pada tiga perkara: (1) seorang suami berbohong kepada istrinya untuk membuat istrinya ridha, (2) berdusta tatkala perang, dan (3) berdusta untuk mendamaikan (memperbaiki hubungan) di antara manusia” *** [HR At-Tirmidzi (IV/331) no (1939). Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani, kecuali tambahan lafazh: "Untuk membuat istrinya ridha".]

Catatan *** : Para ulama berbeda pendapat tentang dusta yang dibolehkan. Ada yang berpendapat bahwa dusta tersebut memang dusta yang hakiki. Sebab dusta yang diharamkan adalah yang memberi mudharat bagi kaum muslimin, sementara dusta yang dibolehkan adalah yang membawa maslahat bagi kaum muslimin. Pendapat kedua menyatakan bahwa yang dimaksud dengan dusta yang diperbolehkan adalah tauriyah, yaitu mengucapkan kalimat yang memiliki dua makna, makna yang dekat dan makna yang jauh, pembicara bertujuan agar sang pendengar memahami ucapan tersebut dengan makna yang dekat, padahal pembicara sendiri memaksudkan makna yang jauh, namun ucapan tersebut pada hakekatnya bukanlah dusta. Lihat al-Minhaaj (XVIII/158) dan ‘Umdatul Qaari (XIII/269).

Imam an-Nawawi berkata, “Yang zhahir, adalah bolehnya dusta secara hakiki pada tiga perkara tersebut. Namun at-ta’riidh itu lebih utama.” Ucapan tersebut dikutip oleh Ibnu Hajar dalam Fat-hul Baari (VI/159), bab al-Kadzib fil Harb. Selanjutnya pendapat tersebut dipilih oleh Ibnu Hajar, dan beliau membantah pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan dusta di sini adalah ta’riidh (tauriyah).

Persatuan, saling bersaudara, dan saling mencintai antara sesama kaum muslimin merupakan hukum fundamental yang dibangun di atas dalil yang sangat banyak. Syaikh Salim al-Hilali berkata, “Mengingat hal ini merupakan hukum asal, maka sikap saling menjauhi dan saling memutuskan hubungan (hajr) adalah terlarang. Banyak dalil yang mengharamkan hal tersebut.” [Bahjatun Naazhiriin (III/108).]

Definisi Hajr

Hajr adalah antonim dari washl (menyambung). [Lisaanul ‘Arab (V/250).] Tahaajur (saling melakukan hajr) maknanya adalah taqaathu’, yaitu saling memutuskan hubungan. [Mukhtaar ash-Shihaah, hal. 288]

Imam Ibnu Hajr berkata, “Hajr adalah seseorang tidak berbicara dengan yang lain tatkala bertemu.” [Fat-hul Baari (X/492).]

Imam al-‘Aini berkata, “Hajr adalah tidak berbicara dengan saudaranya sesama mukmin tatkala bertemu, dan masing-masing dari keduanya berpaling dari yang lain tatkala berkumpul.” ['Umdatul Qaari (XXII/141).]

Hukum asal hajr adalah dosa besar

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu berkata, “Hukum asal meng-hajr sesama muslim adalah haram, bahkan termasuk dosa besar jika lebih dari tiga hari.” [Majmuu’ Fatawaa Ibnu 'Utsaimin (III/16), soal no (385). Lihat juga penjelasan Syaikh Salim Al-Hilali dalam risalah beliau yang berjudul Mathla’ul Fajr fi Fiqhiz Zajr bil Hajr, hal 8-16.]

Diantara dalil-dalil yang menunjukan bahwa hukum asal dari hajr adalah dosa besar adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam,

مَنْ هَجَرَ أَخَاه سَنَةً فَهُوَ كَسَفْكِ دَمِهِ

Barangsiapa yang meng-hajr saudaranya selama setahun maka ia seperti menumpahkan darah saudaranya tersebut.” [HR Abu Dawud (IV/279) no (4915). Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani. Lihat as-Shahiihah (II/599) no (928).]

لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاه فَوْقَ ثَلاَثٍ فَمَنْ هَجَرَ فَوْقَ ثَلاَثٍ فَمَاتَ دَخَلَ النَّارَ

“Tidaklah halal bagi seorang muslim untuk meng-hajr saudaranya lebih dari tiga hari.* Barangsiapa yang meng-hajr lebih dari tiga hari lalu meninggal maka ia masuk neraka.” [HR Abu Dawud (IV/279) (4914), dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani.]

Catatan * : Imam an-Nawawi berkata dalam al-Minhaaj (XVI/117), “Para ulama menyatakan bahwa hadits tersebut menunjukan diharamkannya hajr lebih dari tiga hari di antara kaum muslimin. Juga menunjukkan bolehnya hajr selama tiga hari…. Mereka menyatakan bahwasanya dimaafkan hajr selama tiga hari karena seorang manusia diciptakan dengan tabiat mudah marah, akhlak yang buruk, dan yang semisalnya, maka dimaafkan menghajr selama tiga hari agar sifat tersebut hilang.”

فَإِنْ مَاتَا عَلَى صِرَامِهِمَا لَمْ يَجْتَمِعَا فِي الْجَنَّةِ أَبَدًا

“Jika mereka berdua (yang saling meng-hajr) meninggal dalam keadaan saling meng-hajr maka keduanya tidak akan berkumpul di surga selamanya” [HR. Ahmad (IV/20) no (16301, 16302), al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad (I/145) no (402), al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab (V/269) no (6620), dan selainnya. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam as-Shahiihah (III/249) no (1246).]

Pantaslah kiranya sikap meng-hajr seorang muslim selama lebih dari tiga hari termasuk dosa besar, mengingat hajr sangat bertentangan dengan prinsip Islam yang menyeru kepada persatuan dan persaudaraan.

Islam adalah nasihat, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alahi wa Sallam:

الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ

“Agama ini adalah nasehat.” [HR Muslim (I/74) no (55).]

Sedangkan tidak diragukan lagi bahwa hajr menafikan nasehat. Sebab dua orang yang saling menghajr tidak mungkin bisa saling menasehati. [Al-Hajr fil Kitaab was Sunnah, hal. 142.]

Hajr juga menghilangkan hak-hak seorang muslim, sehingga pelakunya tidak memberi salam kepada selainnya, begitu juga sebaliknya. Jika salah satu dari dua orang yang saling meng-hajr menderita sakit, maka yang lain tidak mengunjunginya. Masih banyak lagi hak-hak lainnya yang menjadi terabaikan.

Kisah nyata ( IBU TUA )

Kisah nyata yang dialami oleh seorang guide ini terjadi pada bulan Desember 2005 di Yogyakarta.

Pada saat itu ada klien dari Turki yang minta ditemani berbelanja di pasar tradisional Beringharjo Yogyakarta.

Sebenarnya, tidak ada hal yang istimewa kala itu hanya saja ketika seorang Ibu tua penjual jajan pasar

( 60-an tahun) didatangi pengemis yang minta sedekah. Ibu sepuh ini serta merta meraih uang dari cepuk (wadah uang tradisional), dengan mata kepala sendiri, dilihatnya hanya ada 1000 rupiah dalam
cepuk itu dan diberikan semuanya untuk si pengemis.

Guide itu heran, kemudian bertanya dengan si Ibu tersebut dalam bahasa Jawa, "Sampun kelarisan nopo Budhe ?" ( apakah dagangangannya sudah laris bude ?).

Si Ibu tua itu sambil tersenyum menjawab, "Dereng mas, niku wau kangge methuk rencange sing taksih en awang-awang" ( Belum mas, itu tadi/Rp 1000 untuk menjemput temannya yang masih di alam khayalan)

Luar Biasa !!

Ketika dagangannya belum laku, si Ibu itu justru rela memberikan uang satu-satunya untuk orang lain, alasannya sederhana tapi "dalam", "untuk menjemput rezeki yg belum datang ..."

ni adalah hal yang istimewa, etos unik yang mungkin tidak didapatkan dari marketing training atau
seminar-seminar di hotel berbintang.

Ketika Ibu saya berkunjung, beliau mengajak saya untuk berbelanja bersamanya karena dia membutuhkan sebuah gaun yang baru. Saya sebenarnya tidak suka pergi berbelanja bersama dengan orang lain, dan saya bukanlah orang yang sabar, tetapi walaupun demikian kami berangkat juga ke pusat perbelanjaan tersebut. Kami mengunjungi setiap toko yang menyediakan gaun wanita, dan Ibu saya mencoba gaun demi gaun, serta mengembalikan semuanya. Seiring waktu yang berlalu, saya mulai lelah dan Ibu saya juga mulai frustasi. Akhirnya pada toko terakhir yang kami kunjungi, Ibu Saya mencoba satu stel gaun biru yang cantik terdiri dari tiga helai. Pada blusnya terdapat sejenis tali di bagian tepi lehernya. Dan karena ketidaksabaran saya, maka untuk kali ini saya ikut masuk dan berdiri bersama Ibu saya dalam ruang ganti pakaian. Saya melihat bagaimana Ia mencoba pakaian tersebut, dan dengan susah payah mencoba untuk mengikat talinya.

Ternyata tangan-tangannya sudah mulai dilumpuhkan oleh penyakit radang sendi dan sebab itu dia tidak dapat melakukannya. Seketika ketidaksabaran saya tergantikan oleh suatu rasa kasihan yang dalam kepadanya. Saya berbalik pergi dan mencoba menyembunyikan air mata yang keluar tanpa saya sadari. Setelah saya mendapatkan ketenangan lagi, saya kembali masuk ke kamar ganti untuk mengikatkan tali gaun tersebut. Pakaian ini begitu indah, dan beliau membelinya.

Perjalanan belanja kami telah berakhir, tetapi Kejadian tersebut terukir dan tidak dapat terlupakan dari ingatan saya. Sepanjang sisa hari itu, pikiran saya tetap saja kembali pada saat berada di dalam ruang ganti pakaian tersebut. Dan terbayang tangan Ibu Saya yang sedang berusaha mengikat tali blusnya. Kedua tangan yang penuh dengan kasih, yang pernah menyuapi saya, memandikan saya, memakaikan baju, membelai dan memeluk saya. Dan terlebih dari semuanya, berdoa untuk saya, sekarang tangan itu telah menyentuh hati saya Dengan cara yang paling membekas dalam hati saya.

Kemudian pada sore harinya, saya pergi ke kamar Ibu Saya, mengambil tangannya, menciumnya.. Dan yang membuatnya terkejut, memberitahukannya bahwa bagi saya kedua tangan tersebut adalah tangan yang paling indah Di dunia ini. Saya sangat bersyukur bahwa Tuhan telah membuat saya dapat melihat dengan mata baru. Betapa bernilai dan berharganya kasih sayang yang penuh pengorbanan dari seorang Ibu.

Saya hanya dapat berdoa bahwa suatu hari kelak tangan saya dan hati saya akan memiliki keindahannya tersendiri. Dunia ini memiliki banyak keajaiban, segala ciptaan Tuhan yang begitu Agung, tetapi tak satu pun yang dapat menandingi Keindahan tangan Ibu..

Minggu, 13 Juli 2008

Di Atas Sajadah Cinta

Penulis: Habiburrahman El Shirazy

KOTA KUFAH terang oleh sinar purnama. Semilir angin yang bertiup dari utara membawa hawa sejuk. Sebagian rumah telah menutup pintu dan jendelanya. Namun geliat hidup kota Kufah masih terasa.

Di serambi masjid Kufah, seorang pemuda berdiri tegap menghadap kiblat. Kedua matanya memandang teguh ke tempat sujud. Bibirnya bergetar melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Hati dan seluruh gelegak jiwanya menyatu dengan Tuhan, Pencipta alam semesta. Orang-orang memanggilnya “Zahid” atau “Si Ahli Zuhud”, karena kezuhudannya meskipun ia masih muda. Dia dikenal masyarakat sebagai pemuda yang paling tampan dan paling mencintai masjid di kota Kufah pada masanya. Sebagian besar waktunya ia habiskan di dalam masjid, untuk ibadah dan menuntut ilmu pada ulama terkemuka kota Kufah. Saat itu masjid adalah pusat peradaban, pusat pendidikan, pusat informasi dan pusat perhatian.

Pemuda itu terus larut dalam samudera ayat Ilahi. Setiap kali sampai pada ayat-ayat azab, tubuh pemuda itu bergetar hebat. Air matanya mengalir deras. Neraka bagaikan menyala-nyala dihadapannya. Namun jika ia sampai pada ayat-ayat nikmat dan surga, embun sejuk dari langit terasa bagai mengguyur sekujur tubuhnya. Ia merasakan kesejukan dan kebahagiaan. Ia bagai mencium aroma wangi para bidadari yang suci.

Tatkala sampai pada surat Asy Syams, ia menangis,

fa alhamaha fujuuraha wa taqwaaha.

qad aflaha man zakkaaha.

wa qad khaaba man dassaaha

(maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketaqwaan,

sesungguhnya, beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,

dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya

Hatinya bertanya-tanya. Apakah dia termasuk golongan yang mensucikan jiwanya. Ataukah golongan yang mengotori jiwanya? Dia termasuk golongan yang beruntung, ataukah yang merugi?

Ayat itu ia ulang berkali-kali. Hatinya bergetar hebat. Tubuhnya berguncang. Akhirnya ia pingsan.

***

Sementara itu, di pinggir kota tampak sebuah rumah mewah bagai istana. Lampu-lampu yang menyala dari kejauhan tampak berkerlap-kerlip bagai bintang gemintang. Rumah itu milik seorang saudagar kaya yang memiliki kebun kurma yang luas dan hewan ternak yang tak terhitung jumlahnya.

Dalam salah satu kamarnya, tampak seorang gadis jelita sedang menari-nari riang gembira. Wajahnya yang putih susu tampak kemerahan terkena sinar yang terpancar bagai tiga lentera yang menerangi ruangan itu. Kecantikannya sungguh memesona. Gadis itu terus menari sambil mendendangkan syair-syair cinta,

in kuntu ‘asyiqatul lail fa ka’si

musyriqun bi dhau’

wal hubb al wariq

(jika aku pencinta malam maka

gelasku memancarkan cahaya

dan cinta yang mekar

Gadis itu terus menari-nari dengan riangnya. Hatinya berbunga-bunga. Di ruangan tengah, kedua orangtuanya menyungging senyum mendengar syair yang didendangkan putrinya. Sang ibu berkata, “Abu Afirah, putri kita sudah menginjak dewasa. Kau dengarkanlah baik-baik syair-syair yang ia dendangkan.”

“Ya, itu syair-syair cinta. Memang sudah saatnya dia menikah. Kebetulan tadi siang di pasar aku berjumpa dengan Abu Yasir. Dia melamar Afirah untuk putranya, Yasir.”

“Bagaimana, kau terima atau…?”

“Ya jelas langsung aku terima. Dia ‘kan masih kerabat sendiri dan kita banyak berhutang budi padanya. Dialah yang dulu menolong kita waktu kesusahan. Di samping itu Yasir itu gagah dan tampan.”

“Tapi bukankah lebih baik kalau minta pendapat Afirah dulu?”

“Tak perlu! Kita tidak ada pilihan kecuali menerima pinangan ayah Yasir. Pemuda yang paling cocok untuk Afirah adalah Yasir.”

“Tapi, engkau tentu tahu bahwa Yasir itu pemuda yang tidak baik.”

“Ah, itu gampang. Nanti jika sudah beristri Afirah, dia pasti juga akan tobat! Yang penting dia kaya raya.”

Pada saat yang sama, di sebuah tenda mewah, tak jauh dari pasar Kufah. Seorang pemuda tampan dikelilingi oleh teman-temannya. Tak jauh darinya seorang penari melenggak lenggokan tubuhnya diiringi suara gendang dan seruling.

“Ayo bangun, Yasir. Penari itu mengerlingkan matanya padamu!” bisik temannya.

“Be…benarkah?”

“Benar. Ayo cepatlah. Dia penari tercantik kota ini. Jangan kau sia-siakan kesempatan ini, Yasir!”

“Baiklah. Bersenang-senang dengannya memang impianku.”

Yasir lalu bangkit dari duduknya dan beranjak menghampiri sang penari. Sang penari mengulurkan tangan kanannya dan Yasir menyambutnya. Keduanya lalu menari-nari diiringi irama seruling dan gendang. Keduanya benar-benar hanyut dalam kelenaan. Dengan gerakan mesra penari itu membisikkan sesuatu ketelinga Yasir,

“Apakah Anda punya waktu malam ini bersamaku?”

Yasir tersenyum dan menganggukan kepalanya. Keduanya terus menari dan menari. Suara gendang memecah hati. Irama seruling melengking-lengking. Aroma arak menyengat nurani. Hati dan pikiran jadi mati.

Keesokan harinya.

Usai shalat dhuha, Zahid meninggalkan masjid menuju ke pinggir kota. Ia hendak menjenguk saudaranya yang sakit. Ia berjalan dengan hati terus berzikir membaca ayat-ayat suci Al-Quran. Ia sempatkan ke pasar sebentar untuk membeli anggur dan apel buat saudaranya yang sakit.

Zahid berjalan melewati kebun kurma yang luas. Saudaranya pernah bercerita bahwa kebun itu milik saudagar kaya, Abu Afirah. Ia terus melangkah menapaki jalan yang membelah kebun kurma itu. Tiba-tiba dari kejauhan ia melihat titik hitam. Ia terus berjalan dan titik hitam itu semakin membesar dan mendekat. Matanya lalu menangkap di kejauhan sana perlahan bayangan itu menjadi seorang sedang menunggang kuda. Lalu sayup-sayup telinganya menangkap suara,

“Toloong! Toloong!!”

Suara itu datang dari arah penunggang kuda yang ada jauh di depannya. Ia menghentikan langkahnya. Penunggang kuda itu semakin jelas.

“Toloong! Toloong!!”

Suara itu semakin jelas terdengar. Suara seorang perempuan. Dan matanya dengan jelas bisa menangkap penunggang kuda itu adalah seorang perempuan. Kuda itu berlari kencang.

“Toloong! Toloong hentikan kudaku ini! Ia tidak bisa dikendalikan!”

Mendengar itu Zahid tegang. Apa yang harus ia perbuat. Sementara kuda itu semakin dekat dan tinggal beberapa belas meter di depannya. Cepat-cepat ia menenangkan diri dan membaca shalawat. Ia berdiri tegap di tengah jalan. Tatkala kuda itu sudah sangat dekat ia mengangkat tangan kanannya dan berkata keras,

“Hai kuda makhluk Allah, berhentilah dengan izin Allah!”

Bagai pasukan mendengar perintah panglimanya, kuda itu meringkik dan berhenti seketika. Perempuan yang ada dipunggungnya terpelanting jatuh. Perempuan itu mengaduh. Zahid mendekati perempuan itu dan menyapanya,

Assalamu’alaiki. Kau tidak apa-apa?”

Perempuan itu mengaduh. Mukanya tertutup cadar hitam. Dua matanya yang bening menatap Zahid. Dengan sedikit merintih ia menjawab pelan,

Alhamdulillah, tidak apa-apa. Hanya saja tangan kananku sakit sekali. Mungkin terkilir saat jatuh.”

“Syukurlah kalau begitu.”

Dua mata bening di balik cadar itu terus memandangi wajah tampan Zahid. Menyadari hal itu Zahid menundukkan pandangannya ke tanah. Perempuan itu perlahan bangkit. Tanpa sepengetahuan Zahid, ia membuka cadarnya. Dan tampaklah wajah cantik nan memesona,

“Tuan, saya ucapkan terima kasih. Kalau boleh tahu siapa nama Tuan, dari mana dan mau ke mana Tuan?”

Zahid mengangkat mukanya. Tak ayal matanya menatap wajah putih bersih memesona. Hatinya bergetar hebat. Syaraf dan ototnya terasa dingin semua. Inilah untuk pertama kalinya ia menatap wajah gadis jelita dari jarak yang sangat dekat. Sesaat lamanya keduanya beradu pandang. Sang gadis terpesona oleh ketampanan Zahid, sementara gemuruh hati Zahid tak kalah hebatnya. Gadis itu tersenyum dengan pipi merah merona, Zahid tersadar, ia cepat-cepat menundukkan kepalanya. “Innalillah. Astagfirullah,” gemuruh hatinya.

“Namaku Zahid, aku dari masjid mau mengunjungi saudaraku yang sakit.”

“Jadi, kaukah Zahid yang sering dibicarakan orang itu? Yang hidupnya cuma di dalam masjid?”

“Tak tahulah. Itu mungkin Zahid yang lain.” kata Zahid sambil membalikkan badan. Ia lalu melangkah.

“Tunggu dulu Tuan Zahid! Kenapa tergesa-gesa? Kau mau kemana? Perbincangan kita belum selesai!”

“Aku mau melanjutkan perjalananku!”

Tiba-tiba gadis itu berlari dan berdiri di hadapan Zahid. Terang saja Zahid gelagapan. Hatinya bergetar hebat menatap aura kecantikan gadis yang ada di depannya. Seumur hidup ia belum pernah menghadapi situasi seperti ini.

“Tuan aku hanya mau bilang, namaku Afirah. Kebun ini milik ayahku. Dan rumahku ada di sebelah selatan kebun ini. Jika kau mau silakan datang ke rumahku. Ayah pasti akan senang dengan kehadiranmu. Dan sebagai ucapan terima kasih aku mau menghadiahkan ini.”

Gadis itu lalu mengulurkan tangannya memberi sapu tangan hijau muda.

“Tidak usah.”

“Terimalah, tidak apa-apa! Kalau tidak Tuan terima, aku tidak akan memberi jalan!”

Terpaksa Zahid menerima sapu tangan itu. Gadis itu lalu minggir sambil menutup kembali mukanya dengan cadar. Zahid melangkahkan kedua kakinya melanjutkan perjalanan.

Saat malam datang membentangkan jubah hitamnya, kota Kufah kembali diterangi sinar rembulan. Angin sejuk dari utara semilir mengalir.

Afirah terpekur di kamarnya. Matanya berkaca-kaca. Hatinya basah. Pikirannya bingung. Apa yang menimpa dirinya. Sejak kejadian tadi pagi di kebun kurma hatinya terasa gundah. Wajah bersih Zahid bagai tak hilang dari pelupuk matanya. Pandangan matanya yang teduh menunduk membuat hatinya sedemikian terpikat. Pembicaraan orang-orang tentang kesalehan seorang pemuda di tengah kota bernama Zahid semakin membuat hatinya tertawan. Tadi pagi ia menatap wajahnya dan mendengarkan tutur suaranya. Ia juga menyaksikan wibawanya. Tiba-tiba air matanya mengalir deras. Hatinya merasakan aliran kesejukan dan kegembiraan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dalam hati ia berkata,

“Inikah cinta? Beginikah rasanya? Terasa hangat mengaliri syaraf. Juga terasa sejuk di dalam hati. Ya Rabbi, tak aku pungkiri aku jatuh hati pada hamba-Mu yang bernama Zahid. Dan inilah untuk pertama kalinya aku terpesona pada seorang pemuda. Untuk pertama kalinya aku jatuh cinta. Ya Rabbi, izinkanlah aku mencintainya.”

Air matanya terus mengalir membasahi pipinya. Ia teringat sapu tangan yang ia berikan pada Zahid. Tiba-tiba ia tersenyum,

“Ah sapu tanganku ada padanya. Ia pasti juga mencintaiku. Suatu hari ia akan datang kemari.”

Hatinya berbunga-bunga. Wajah yang tampan bercahaya dan bermata teduh itu hadir di pelupuk matanya.

Sementara itu di dalam masjid Kufah tampak Zahid yang sedang menangis di sebelah kanan mimbar. Ia menangisi hilangnya kekhusyukan hatinya dalam shalat. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Sejak ia bertemu dengan Afirah di kebun kurma tadi pagi ia tidak bisa mengendalikan gelora hatinya. Aura kecantikan Afirah bercokol dan mengakar sedemikian kuat dalam relung-relung hatinya. Aura itu selalu melintas dalam shalat, baca Al-Quran dan dalam apa saja yang ia kerjakan. Ia telah mencoba berulang kali menepis jauh-jauh aura pesona Afirah dengan melakukan shalat sekhusyu’-khusyu’-nya namun usaha itu sia-sia.

“Ilahi, kasihanilah hamba-Mu yang lemah ini. Engkau Mahatahu atas apa yang menimpa diriku. Aku tak ingin kehilangan cinta-Mu. Namun Engkau juga tahu, hatiku ini tak mampu mengusir pesona kecantikan seorang makhluk yang Engkau ciptakan. Saat ini hamba sangat lemah berhadapan dengan daya tarik wajah dan suaranya Ilahi, berilah padaku cawan kesejukan untuk meletakkan embun-embun cinta yang menetes-netes dalam dinding hatiku ini. Ilahi, tuntunlah langkahku pada garis takdir yang paling Engkau ridhai. Aku serahkan hidup matiku untuk-Mu.” Isak Zahid mengharu biru pada Tuhan Sang Pencipta hati, cinta, dan segala keindahan semesta.

Zahid terus meratap dan mengiba. Hatinya yang dipenuhi gelora cinta terus ia paksa untuk menepis noda-noda nafsu. Anehnya, semakin ia meratap embun-embun cinta itu semakin deras mengalir. Rasa cintanya pada Tuhan. Rasa takut akan azab-Nya. Rasa cinta dan rindu-Nya pada Afirah. Dan rasa tidak ingin kehilangannya. Semua bercampur dan mengalir sedemikian hebat dalam relung hatinya. Dalam puncak munajatnya ia pingsan.

Menjelang subuh, ia terbangun. Ia tersentak kaget. Ia belom shalat tahajjud. Beberapa orang tampak tengah asyik beribadah bercengkerama dengan Tuhannya. Ia menangis, ia menyesal. Biasanya ia sudah membaca dua juz dalam shalatnya.

“Ilahi, jangan kau gantikan bidadariku di surga dengan bidadari dunia. Ilahi, hamba lemah maka berilah kekuatan!”

Ia lalu bangkit, wudhu, dan shalat tahajjud. Di dalam sujudnya ia berdoa,

“Ilahi, hamba mohon ridha-Mu dan surga. Amin. Ilahi lindungi hamba dari murkamu dan neraka. Amin. Ilahi, jika boleh hamba titipkan rasa cinta hamba pada Afirah pada-Mu, hamba terlalu lemah untuk menanggung-Nya. Amin. Ilahi, hamba memohon ampunan-Mu, rahmat-Mu, cinta-Mu, dan ridha-Mu. Amin.”

Pagi hari, usai shalat dhuha Zahid berjalan ke arah pinggir kota. Tujuannya jelas yaitu melamar Afirah. Hatinya mantap untuk melamarnya. Di sana ia disambut dengan baik oleh kedua orangtua Afirah. Mereka sangat senang dengan kunjungan Zahid yang sudah terkenal ketakwaannya di seantero penjuru kota. Afiah keluar sekejab untuk membawa minuman lalu kembali ke dalam. Dari balik tirai ia mendengarkan dengan seksama pembicaraan Zahid dengan ayahnya. Zahid mengutarakan maksud kedatangannya, yaitu melamar Afirah.

Sang ayah diam sesaat. Ia mengambil nafas panjang. Sementara Afirah menanti dengan seksama jawaban ayahnya. Keheningan mencekam sesaat lamanya. Zahid menundukkan kepala ia pasrah dengan jawaban yang akan diterimanya. Lalu terdengarlah jawaban ayah Afirah,

“Anakku Zahid, kau datang terlambat. Maafkan aku, Afirah sudah dilamar Abu Yasir untuk putranya Yasir beberapa hari yang lalu, dan aku telah menerimanya.”

Zahid hanya mampu menganggukan kepala. Ia sudah mengerti dengan baik apa yang didengarnya. Ia tidak bisa menyembunyikan irisan kepedihan hatinya. Ia mohon diri dengan mata berkaca-kaca. Sementara Afirah, lebih tragis keadaannya. Jantungnya nyaris pecah mendengarnya. Kedua kakinya seperti lumpuh seketika. Ia pun pingsan saat itu juga.

Zahid kembali ke masjid dengan kesedihan tak terkira. Keimanan dan ketakwaan Zahid ternyata tidak mampu mengusir rasa cintanya pada Afirah. Apa yang ia dengar dari ayah Afirah membuat nestapa jiwanya. Ia pun jatuh sakit. Suhu badannya sangat panas. Berkali-kali ia pingsan. Ketika keadaannya kritis seorang jamaah membawa dan merawatnya di rumahnya. Ia sering mengigau. Dari bibirnya terucap kalimat tasbih, tahlil, istigfhar dan … Afirah.

Kabar tentang derita yang dialami Zahid ini tersebar ke seantero kota Kufah. Angin pun meniupkan kabar ini ke telinga Afirah. Rasa cinta Afirah yang tak kalah besarnya membuatnya menulis sebuah surat pendek,