Sabtu, 05 Juli 2008

Bentar lagi Puasa lalu lebaran Pulang Kampung Yuk? Ehmm Nikmat…

Pulang Kampung? Ehmm Nikmat…

Kota Wonosobo yang terletak di dekat Dieng Plateau di Jawa Tengah memiliki berbagai makanan khas, di antaranya mi ongklok, tempe kemul, opak, keripik jamur. Yang paling asyik, menikmati makanan-makanan itu dalam kesejukan udara Wonosobo. Ketika akan pulang kampung yang tergambar dalam bayanganku adalah kesempatan untuk menikmati makanan yang khas dari Wonosobo. Belum-belum air liurku sudah menari-nari. Bagaimana tidak, makan tempe kemul hangat-hangat dengan cabe rawit yang ekstra pedas dalam suasana kota yang dibalut kabut tipis, pasti nikmat rasanya.

Sekilas tentang Wonosobo

Kota Wonosobo yang terletak di bawah Dataran Tinggi Dieng memang membuat semua makanan yang masuk dalam mulut terasa menggoyang lidah. Meskipun kota pensiunan ini terletak jalur tengah antara Semarang dan Purwokerto, hiruk-pikuk bisnis tembakau dan sayur-mayur selalu mewarnai kehidupan di sana. Jadi, jangan heran banyak orang Cina yang tinggal di sana untuk berdagang.

Apalagi dulu banyak bule yang mengunjungi Dieng dan menginap di Wonosobo. Ada banyak hotel dan restoran yang masih hidup, setengah hidup, dan ada juga yang sudah almarhum. Maklum Wonosobo dan Dataran Tinggi Dieng tak seelok dan senyaman 10 tahun yang lalu. Tentu saja, pelancong tak ingin kecewa setelah 3 jam dari Yogya duduk di dalam mobil membelah lembah Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing sambil menikmati kebun teh di kaki gunung. Ditambah satu jam dari Wonosobo kita menelusuri lekuk-lekuk punggung Pengunungan Prahu. E begitu sampai di Dieng, kebun bunga sudah raib dari pandangan mata. Padang rumput hijau dan danau kecil-kecil yang menggelilingi Candi Pendawa Lima telah disulap menjadi kebun sayur. Area wisata menyempit dihimpit desakan ekonomi rakyat.

Tapi, namanya juga kampung halaman, gimana-gimana kondisinya tetap punya magnit yang tak bisa dibendung. Ada energi yang menyegarkan sesudah kita menghirupnya.

Tempe Kemul

Tempe kemul berbeda dengan tempe mendoan yang terkenal dari Purwokerto. Kalo tempe mendoan, tempenya memang belum terlalu jadi, masih terasa kedelainya lepas-lepas dan warna tepungnya putih kecoklatan. Nah, kalo tempe kemul tempenya sudah padat. Bentuknya pun agak bundar, beda dengan tempe mendoan yang persegi dan rapi. Mungkin karena daerahnya dingin yang perlu kemulan ( berselimut ) tidak hanya orangnya, tempe pun ikut kemulan.

Aku juga heran kenapa tempe kemul tidak pernah membosankan untuk kusantap. Rasa tepung kanji / tapioka yang dibumbui kunir, ketumbar, miri, kencur, bawang putih, garam dan diberi potongan kucai membuatnya terasa pas di lidah. Tepungnya yang berwarna kuning terasa kletak-kletuk kalo dikunyah.

Kalo Anda mau mencoba makan, hati-hati dengan cabai rawitnya yang pedas. Suatu ketika teman adikku yang dari Yogya, disuguhi tempe kemul dan dengan PD (percaya diri)-nya menceplus lombok utuh-utuh. Begitu lombok dikunyah, wer… air matanya spontan keluar, telinga terasa panas, dan teriak-teriak minta air minum. Tapi bukannya dia kapok dan malu, hanya menjadi lebih bijak. Satu lombok dia makan untuk 2 sampai 3 tempe kemul sekaligus. Cabainya hanya digigit sedikit-sedikit.

Kadang ada anak kecil yang lebih suka makan tepungnya saja untuk teman makan nasi. Karena itu, ada yang membuat tempe kemul dengan potongan tempe yang kueciiill… namun tepungnya yang luebar…. Ya demi memenuhi selera pembeli dan mungkin juga bagian dari strategi bisnisnya.

Tempe kemul tersedia dari pagi sampai malam, karena menjadi pelengkap ketika orang makan bakso, soto ayam, nasi pecel, nasi megono, nasi gudangan ataupun dengan makanan khas Wonosobo, mie ongklok. Aroma tempe kemul yang sedang digoreng akan tercium dari warung-warung di sekitar pasar. Kalo sore gorengan itu dengan mudah dijumpai di warung-warung pinggir jalan. Harganya bervariasi antara Rp 250 sampai Rp 500. Selain murah, juga bergizi.

Mie Ongklok

Namanya memang sudah mengesankan cara membuatnya. Memang, sebelum disajikan kubis / kol, dan kucai yang sudah dipotong-potong, berikut mie yang sudah direbus setengah matang dimasukkan dalam keranjang kecil yang terbuat dari bambu yang bertangkai panjang. Ketiga bahan itu diongklok-ongklokkan dalam air panas. Lalu sejumlah cabai rawit sesuai permintaan pembeli diulek di mangkok. Lalu sayur dan mie yang sudah siap dituangkan ke dalam mangkok. Potongan tahu bacem dimasukkan.

Tahap berikutnya, sejenis kuah yang lentrek-lentrek berwarna coklat muda dari tepung kanji yang dibumbui kaldu ayam, ebi, garam, bawang putih, dan sedikit gula jawa dituangkan. Sesudah ditaburi merica halus dan bawang merah goreng, mie ongklok siap dihidangkan. Biasanya orang yang belum pernah makan, merasa ngeri liat kuahnya, bahkan ada yang mengurungkan niatnya untuk mencoba. Apalagi, setelah melihat semua bahan diaduk di mangkuk sebelum disantap. Tapi lama-lama kuahnya mencair dan rasanya mirip-mirip mie rebus kok.

Mie ongklok akan terasa lebih nikmat bila dimakan bersama tempe kemul dan sate sapi. Penjual biasanya membuka warungnya dari jam empat sore sampai malam. Saat udara terasa dingin dan badan perlu penghangat, mie ongklok menjadi santapan pengisi perut. Yah, di daerah dingin kalo perut kosong bisa-bisa kita masuk angin. Kalo mau coba, silakan ke warung mie ongklok di Jalan Masjid di sebelah selatan Masjid Kauman Utara. Dengan uang delapan ribu, Anda sudah kenyang makan mie ongklok komplit dengan tempe kemul dan sate sapi.

Oleh-oleh

Ada banyak pilihan kalo kita membeli oleh-oleh. Yang rasanya asin dan yang sering dibeli adalah kripik jamur dan kacang dieng. Kripik jamur terasa asin, renyah, dan gurih. Rasanya mirip-mirip kripik paru. Kripik jamur dibuat dari jamur merang yang diiris tipis-tipis, dilumuri tepung, kemudian digoreng. Kacang dieng mirip kacang bogor. Bentuknya mirip tanda koma tapi gemuk, kira-kira panjangnya 1,5-2 cm, dan warnanya kuning kecoklatan.

Kacang ini memang tumbuh subur di Dataran Tinggi Dieng. Kedua makanan di atas memang rasanya asin. Jeleknya kalo sudah mulai makan kacang dieng dan kripik jamur, kita nggak bisa berhenti mengunyah sebelum semuanya tandas. Kalo tidak ada perubahan harga, ?? kilo kripik jamur Rp 7.500 dan ?? kilo kacang dieng Rp 6.000. Di Jakarta atau di tempat lain tentu harganya jauh lebih mahal.

Kalo mau yang seger-seger manis, belilah carica atau pepaya dieng. Bentuknya mirip belimbing tapi montok dan besar sedikitan. Tekstur kulitnya mirip pepaya biasa tapi warnanya kuning kehijauan. Pepaya itu dipotongi kecil-kecil kemudian direbus dengan air gula pasir. Anda bisa membeli botolan atau bahkan sekarang dikemas dalam gelas aqua. Sebelum diminum, masukkan dulu ke dalam kulkas supaya rasanya jadi lebih seger, gitu loh.

Oleh-oleh yang lain adalah opak. Opak adalah sejenis kripik dari ketela pohon. Ada banyak variasi bentuk dan rasanya. Untuk dimakan langsung belilah yang sudah digoreng, tapi kalo akan disimpan dulu belilah yang mentah.

Selain itu, ada sagon tipis, modifikasi sagon besar yang putih dan bulat. Sayangnya, kripik manis dengan sedikit rasa jeruk ini mulai langka di pasaran.

Kalo Anda penggemar jajanan, Anda bisa pergi ke sebelah timur Plaza ( taman kota dekat pasar kota ). Di sana ada beberapa toko menjual lumpia basah yang sengaja tidak digoreng, kue sus, citak ( kue merah berisi kacang hijau ), resoles, tahu goreng panir, dan banyak lagi lainnya.

Ada satu lagi yang spesial di Wonosobo yaitu jenang ireng. Warnanya memang hitam rasanya manis dan pedas merica. Jenang itu dilengkapi dengan santan kental. Jenang ireng ini dibungkus daun pisang.

Rasanya Anda langsung kenyang dengan cerita saya di atas. Sebetulnya masih ada banyak makanan yang lain seperti jangan gewos (oseng-oseng daun kobis tua), tapi silakan saja datang sendiri di Wonosobo. Selamat berpetualang sambil mencicipi makanan yang dijual di sana. Mungkin karena udara yang sejuk, atau karena orang cina yang kreatif dan pintar memasak sehingga makanan di sana terasa nikmat.

0 Comments: